Loading…

Kunjungan Sabtu Sore

Gambar Bunga

Dan kuindahkan ajakan orang itu. Pada akhirnya kuputuskan untuk mampir sejenak menuju masa lalu. Rozak bilang Pakde memintaku untuk mampir hari ini karena Aku masih memiliki sedikit sangkutan. Gajiku yang selama sekian hari dari tanggal 25 April sampai 16 Mei yang lalu belum sempat terpenuhi, dia bilang dia aka memenuhinya. Sampai sore ini Aku bertemu dengannya, saat itu Aku sempat terkekeh pendek dalam hati. Kusadari ia sedang mengharapkanku untuk bekerja kembali di sana.

Aku bisa menjadi seorang penjual minuman, penjaga toko, asisten penyepuh emas dan juga seorang seniman sablon. Untuk yang terakhir itu, mungkin tidak semua orang bisa melakukannya. Saat itu Aku sendiri juga sempat tidak percaya bahwa Aku memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang seni cetak sablon. Sayangnya, kini semuanya sudah terlanjur kuakhiri. Aku tidak ingin mengulur-ulur waktuku lebih panjang lagi untuk mencari jati diriku di sini sampai tercapainya masa depanku yang berat itu. Nyaris tidak mungkin tercapai walau kucoba untuk tetap berkeras hati.

Tidak di sini dan tidak juga di sana. Semua orang, termasuk Aku sendiri ternyata sedang mengalami masa-masa kritis. Pakde, yang kabarnya hanya dalam waktu satu bulan saja langsung kehilangan lebih dari empat pegawai sekaligus. Atau Rozak dan Sunardi, yang selama mereka bekerja (kuyakini dengan pasti) masih tersangkut satu, dua, puluh, ribu omelan-omelan majikan kita yang sulit saat itu. Ataupun Aku, yang kini sedang dalam tahap memalukan, terlalu santai dan terlalu simpang siur untuk kutetapkan. Sebegitu simpang siurnya hingga ketika seseorang menanyakan tentang apa saja sebenarnya yang kukerjakan di sana, mungkin Aku akan kesulitan untuk menanggapinya dengan tegas.

Perasaanku kini sudah jauh berbeda dengan perasaanku yang dulu. Perasaan suka dan duka yang dulu bisa kusenangi kini telah berubah kucanggungi. Aku semakin takut menghadapi masa laluku yang hidup. Itu jelas, karena Aku memang telah pergi tanpa seizin dan tanpa persetujuan dari seorang pemeran utama dalam cerita. Aku bahkan tidak pernah rela meninggalkan orang-orang itu, yang semakin hari semakin kutimbang tentang kebenaran keputusanku ini. Salahkah Aku yang telah memutuskan untuk keluar demi menjalani masa pencarian jati diriku, yang secara tersirat sebenarnya lebih masuk dalam makna harap cemas bisa atau tidaknya kupenuhi kebutuhan kedua orangtuaku. Dengan tanganku sendiri.
Sampai detik ini. Hati nuraniku tidak pernah mengizinkanku untuk kembali.

Dunia ini sangat indah untuk dilihat, namun sulit untuk dijalani. Sampai seorang wanita datang mendekat, entah untuk apa jelasnya, yang jelas saat itu toko emas sebelah mau tutup.
Dia memanggil-manggil nama Rozak. “Rozak sang penutup pintu toko”.
Rozak datang, kemudian wanita itu menyuruhnya untuk mengikutinya ke toko. Semuanya masih sama seperti sebulan yang lalu. Entah spesifiknya bagaimana, yang jelas Aku kenal betul dengannya. Namanya Sri. Dia adalah seorang wanita pegawai toko emas yang nyaris saja membuatku jatuh cinta.

Percaya tidak percaya, selama tiga bulan Aku bekerja di sini, belum pernah sekalipun Aku memanggil namanya. Lalu mungkin kalian bertanya-tanya tentang bagaimana caraku berkomunikasi dengannya.
Caranya sangat sederhana. Aku hanya perlu mendekatinya sampai dia menyadari keberadaanku, dan pada saat itulah Aku mulai bicara. Atau sebaliknya, kubiarkan ia bicara dan bertanya sepuasnya, kemudian kujawab seperlunya.

Selama Aku hidup di dunia, praktis hanya beberapa tipe wanita saja yang bisa membuatku grogi sepenuhnya. Sekalipun semua orang tahu bahwa Aku adalah seorang cowok yang grogian, namun jenis-jenis dan tingkatan grogi dalam diriku mungkin tidak sepenuhnya mereka ketahui. Sampai terkadang Aku sendiri masih suka mengambang. Sebenarnya sudah berapa kali kualami perasaan-perasaan seperti ini?

Salah seorang guru teknik mesinku di SMK (pak Umar Nur Arif) dulu pernah menceritakan sebuah hal dalam kisah hidupnya. Dia pernah bilang padaku, bahwa yang namanya cita dan cinta itu tidak akan mungkin bisa berjalan bersama. Betapapun gigihnya tekad kita untuk mengambil kedua pilihan itu sekaligus, pada akhirnya nanti kita hanya bisa mengambil satu saja. Antara memilih untuk tetap memperjuangkan cita-cita kita, atau memilih untuk beralih mengikuti cinta-cinta kita.

Dan Aku lebih memilih cita-citaku. Karena memang hanya itu saja pilihan yang tersisa. Lucu rasanya, Rozak beberapa kali sempat bergumam padaku tentang Sri sambil melirikku aneh. Untuk sesaat, terkadang Aku berpikir bahwa dia sudah tahu beberapa hal soal diriku. Soal ketidakmampuanku untuk berucap karena kita semua tahu bahwa dia sudah menjadi milik orang lain.
Berkali-kali kucoba untuk mencari tahu tentang perasaanku yang kupikir terlalu kubesar-besarkan. Sampai sesekali Aku bisa mengurangi perasaan itu sedikit demi sedikit dengan sebuah pernyataan: Mungkin selama ini Aku suka padanya hanya karena rambut panjangnya dan pipinya yang lucu saja. Meskipun secara global, tetap saja. Ternyata memang tidak semudah membalikkan telapak tangan harimau.

Sore itu Aku juga bertemu dengan Sunardi. Seperti biasa, dia adalah seorang remaja normal yang sangat bahagia. Ketika dia datang sepulang dari bengkel, dia sempat berteriak-teriak kebakaran padaku. Katanya sekarang Aku jadi bertambah putih.
Dasar sinting.
Ya, perasaan-perasaan seperti inilah yang selama ini membuatku betah tinggal di sini. Bukan karena pekerjaan yang menyenangkan, namun karena orang-orang yang menyenangkan. Terlalu banyak cinta di sini. Itu membuatku merasa was-was dalam berbagai aspek.
Untuk sesaat, terkadang mereka seperti memiliki rahasia dalam lingkungan mereka sekarang ketika Aku sudah tidak lagi ada. Kucoba untuk bersikap akrab dengan bertanya tentang ada cerita apa saja di sini selama Aku tidak ada, saat itu mereka seperti berusaha merahasiakan sesuatu. Mungkin, berbagai permasalahan yang sedang terjadi padaku juga sedang terjadi pada mereka sekarang.

Pakde. Jujur saja, Aku merasa sangat prihatin dengan keadaan di sini. Aku yakin, sebenarnya Pakde sendiri juga sebenarnya sudah tahu mengenai apa-apa yang membuat kita semua tidak betah bekerja di sini. Kupikir Anda masih telalu takut untuk berubah dan mengakui bahwa Anda telah melakukan kesalahan. Anda takut kepada kami semua. Saya tidak tahu persis seperti apa detailnya, yang jelas selama ini Saya merasa bahwa Anda adalah seorang atasan yang selalu tampak kebingungan setiap waktu. Setiap hari dan setiap detik. Saya tahu Anda adalah seseorang yang hanya bisa mengungkapkan keluh kesah kepada Bude seorang. Letak tempat tidurku dahulu sangat dekat dengan tempat kalian biasa mengobrol. Itulah yang membuatku terkadang mendengarkan obrolan-obrolan kalian berdua ketika larut malam.

Harus kuakui, kalian berdua adalah sepasang suami istri yang sangat perkasa, yang bisa tegar menghadapi masalah dan tahan untuk tidak tidur sampai larut malam bersama tumpukan kesibukan kalian setiap hari. Itu adalah satu hal yang selama ini membuatku kagum dan mampu untuk memaklumi segala kekurangan kalian yang selama ini terus berusaha memaksa hatiku untuk membenci. Sampai hari ini Anda memanggil Saya kembali, Anda bilang Anda ingin membayar sisa gajiku yang belum sempat terpenuhi, karena Anda mungkin merasa bahwa beberapa hal yang menyulitkan masa-masa bisnis Anda kali ini salah satunya berasal dari sangkutan ini. Semoga dengan datangnya Saya ke sini, semua masalah bisa segera terselesaikan.

Kini, hari sudah semakin sore. Entah kapan lagi Aku bisa mendapatkan kesempatan emas untuk bertemu dengan kalian seperti hari ini. Aku tahu, mengenang kembali masa-masa ramai ini sejenak, walau hanya beberapa menit saja, tidak akan lagi semudah berjalan dan menapakkan kaki kembali di sini. Kusadari, mungkin seseorang membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk melupakan segalanya. Untuk melupakan masa lalu yang kini sedang di depan mata.

Aku telah jatuh hati dengan orang-orang di sini, namun tidak untuk beberapa hal. Tidak untuk kali ini. Tidak mereka dan juga tidak padaku, kami semua seolah masih berusaha menyembunyikan cerita-cerita duka di masing-masing belahan dunia tempat kami berjuang. Tidak mereka dan tidak juga padaku, kami semua kini tengah mengalami masa-masa kritis, malu dan takut untuk menghadapi alam nyata dalam diri kami masing-masing. Meski tanpa alasan yang jelas.

25 Juni 2011

2 Komentar:

  1. Pak Pos, semua blog mu theme nya bagus ya
    dan tulisan mu, nyastra d

    bikin novel aja. pasti best seller

    BalasHapus
  2. @Annisa Reswara: Nyastra itu apa ya? Mungkin maksudnya nyata hehe...

    BalasHapus
Top