Loading…

Sebuah Pengakuan Pendek dan Sebuah Keinginan

Gambar Pohon Imajinasi

Aku ingin menjadi seorang seniman. Butuh waktu lebih dari dua tahun untuk membuatku berani mengungkapkannya. Ya, menjadi seorang seniman adalah cita-citaku sejak dulu, bahkan sejak Aku masih dalam tahap prasekolah.
Sejak dulu, Aku ini orangnya sangat suka menggambar. Andaikan bisa, sebenarnya Aku ingin sekali menunjukkan gambar-gambar hasil karyaku di sini. Namun Aku tidak bisa. Keadaan tidak pernah mengizinkanku untuk bisa. Hidup ini telah mengajarkanku tentang apa itu prioritas dan tanggung jawab. Aku tidak bisa menghambur-hamburkan uang hanya untuk kegiatan-kegiatan tidak penting begitu. Seluruh uangku kini telah habis. Kurelakan uang hasil jernih payahku selama tiga bulan sebesar 500.000 rupiah (5000 butir permen) itu untuk sesuatu yang sangat penting bagi ibuku dan kakak perempuanku yang selama ini berprofesi sebagai guru swasta di Taman Kanak-Kanak. Aku sudah tidak peduli lagi dengan uang. Uang telah membuatku begitu sakit hati. Bahkan ketika Aku masih bekerja di toko galonan dulu, Aku sudah bisa bertahan hidup dengan uang sebesar 50.000 rupiah saja hanya dengan bermodalkan perasaan sakit hatiku saja. Setiap bulan Aku mendapatkan gaji 2500 butir permen (250.000 rupiah), dan beberapa telah Aku gunakan untuk mengganti rugi kartu memori ponsel Sunardi yang telah kurusak, dan sebuah galon air mineral yang telah kupecahkan. Tanganku sudah merusak begitu banyak barang di sana. Aku salut.

Kami bertiga serasa seperti tinggal di asrama saat itu. Bekerja dari jam tujuh pagi sampai jam delapan malam, begitu banyak hal yang bisa terjadi saat itu. Prinsip-prinsip nakal tentang bagaimana cara membela kebenaran dan membasmi kejahatan bisa saja muncul tiba-tiba. Baik dengan tangisan maupun dengan canda tawa. Kini mereka berdua sudah mulai sulit kuhubungi. Beberapa hal terasa hambar dalam cara mereka membalas jawabanku, atau sebaliknya, tentang caraku membalas jawaban mereka. Perlahan-lahan Tuhan mulai memisahkan kami satu sama lain. Andaikan saja kalian tahu bahwa kalian berdua telah membuatku gila. Berkat kalian, kini Aku sudah terbebas dari kekangan duniaku yang serba sendiri selama setahun yang lalu itu.

Dulu, Aku ini orangnya tidak pernah peduli dengan apa itu teman dan apa itu bekerja sama. Semuanya kuusahakan sendiri, dengan memaksa kedua orangtuau untuk melakukan semua kebutuhanku. Seperti anak konglomerat, atau anak-anaknya Pakde. Aku adalah seorang anak manja, egois dan sangat menggairahkan bagi orang-orang di sekelilingku untuk menarikku paksa dan menjatuhkanku ke dalam sumur. Entah sudah berapa kali kubuat kedua orangtuaku sakit hati. Kini, Aku sudah mulai mengerti bahwa kejahatan berada di tangan diri kita masing-masing. Aku ingin memperbaiki semuanya. Secepatnya.

Sampai Tuhan menjatuhkan semua ini padaku. Kegagalan-kegagalan yang bertubi-tubi, tanpa kenal lelah dan putus asa. Berkali-kali Tuhan mempermainkan hatiku hanya dengan sesuatu yang sangat sepele seperti perpisahan dan kerusakan. Mungkin Tuhan ingin memberitahuku bahwa beginilah hati, beginilah perasaan dan beginilah sakit hati. Setiap kali Aku memasuki dunia baru, maka perasaan pertama yang muncul saat itu adalah keinginan untuk melarikan diri. Sampai semua orang di sana begitu membuatku terpengaruh dan akhirnya bisa membuatku pasrah dan rela menerima keadaan. Pada saat itu Aku mulai menemukan kebahagiaanku di samping cita-citaku. Sampai sesaat dalam sekejap Tuhan menarikku paksa dan membawaku ke dunia baru yang lain. Pada saat itu Aku langsung depresi. Tuhan mungkin sudah gila, kini Anda telah membuatku kehilangan begitu banyak teman. Aku selalu saja Anda citrakan sebagai sosok penjahat dalam cerita. Selalu saja begitu. Sebenarnya apa salahku? Kini Aku memasuki dunia baru yang tidak kalah gilanya dan serba simpang-siur. Tidak ada lagi kejelasan tentang peresmian tempat ini. Dan kini Aku ingin melarikan diri, kembali menuju masa lalu di toko itu…

11 Juni 2011

4 Komentar:

  1. apa maksud kegagalan bertubi-tubi ??

    BalasHapus
  2. @Muhammad Taqi: bertubi-tubi... sama artinya dengan berkali-kali. Coba tanya sama guru bahasa Indonesiamu. hehe..

    BalasHapus
  3. Jangan mencela Tuhan bro.. semua terjadi karena suatu alasan, dan selalu ada hikmah dibalik semua peristiwa.. Banyak yg bilang, semakin sering makhluk Allah itu didera olah masalah, maka itu menandakan bahwa Tuhan amat peduli dengan kita, Tuhan memperhatikan kita dan ingin kita bisa melalui semua cobaan2nya, agar kelak kita menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan kehendakNya.. Tetap semangat yah, jangan muda menyerah oleh keadaan... SUKSES SELALU !!

    BalasHapus
  4. @Lina Marliana: Saya selalu berusaha untuk tegar menghadapi masalah ini. Tapi untuk saat ini, mungkin Saya hanya sedang depresi saja. Saya cuma butuh waktu untuk merenung. Itu saja masalahnya.

    BalasHapus
Top