Tidak Setia Kawan

Pencils

Hari ini semua kegiatan berjalan dengan cukup lancar. Ujian matrikulasi hari pertama serasa tidak ada masalah sama sekali. Walaupun begitu, entah kenapa Saya agak merasakan firasat yang tidak enak. Bukan untuk sekarang, tapi untuk hari-hari ke depan. Setelah beberapa detik sebelum ini Saya sempat menimbang-nimbang mengenai ekspresi wajah seseorang yang sempat orang tersebut tampilkan kepada Saya. Seseorang yang pertama kali berkenalan dengan Saya.

Saya khawatir akan kehilangan hal-hal penting lagi seperti dulu. Saya khawatir akan kehilangan informasi dan arah, dan terutama Saya khawatir jika pada akhirnya nanti Saya harus kehilangan teman lagi.

Maklum, Saya ini lulusan SMK. Untuk bisa masuk ke bidang keperawatan, Saya (dan teman-teman Saya yang lain) diharuskan menjalani semacam shock therapy agar pada saatnya nanti Saya jadi tidak merasa kaget ketika diberi materi-materi keperawatan yang notabene kebanyakan berhubungan dengan organ-organ tubuh manusia dan juga obat-obatan. Materi pelajaran Biologi, Kimia dan Fisika yang sebelumnya diajarkan untuk anak-anak SMA pada akhirnya harus Saya telan juga. Meskipun intensitasnya sebenarnya terbilang kecil juga si. Sangat kecil malah. Cuma enam hari saja kami mendapatkan bimbingan khusus dari para dosen.

Baru kenal. Fisiknya tinggi, agak terlihat seperti orang mengantuk, malas dan kadang terlihat seperti orang yang kebingungan. Mudah berbicara dengan wanita. Tapi dari segi penampilan, dia sama sekali bukan tipe orang yang masuk ke dalam kategori orang culun, serta kelewat berpenampilan rapi. Dia punya gaya rambut tersendiri yang tidak kuno. Gaya berpakaiannya juga (tidak kuno).

Saya paham betul orang macam dia. Remaja plin-plan yang setiap hari suka membodoh-bodohkan dirinya sendiri karena kelemahannya akan mata pelajaran, serta cenderung memiliki ekspektasi yang terlalu besar terhadap orang lain. Terhadap Saya. Dia seolah merasa tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sesuatu seperti: “Fik, nanti Aku nyontek ke kamu ya!” atau “Fik, katanya kamu masuk jurusan D3 ya? Bagus! Berarti besok kita bisa kerja kelompok bareng-bareng…” sudah pernah Saya dengar kalau tidak salah. Polos sekali.

Andaikan Saya mampu, sebenarnya Saya tidak merasa keberatan jika dia mempercayakan banyak hal kepada Saya, hanya saja rasanya sangat sulit bagi Saya untuk menjelaskan kepada orang lain bahwa sebenarnya Saya tidaklah luar biasa. Saya hanyalah orang-orang biasa yang sama seperti mereka yang akan tetap memiliki kekurangan permanen tertentu.

Jika suatu hari nanti Saya memberikan semacam penolakan atau menciptakan jarak dari dia, Saya khawatir nanti dia akan kecewa dan kemudian menganggap Saya sebagai seseorang yang tidak setia kawan.

Sebagai seorang introvert, Saya akan selalu mengalami minimal dua macam beban setiap kali Saya berinteraksi dengan orang lain. Beban pertama adalah mengenai keadaan Saya yang sangat sulit untuk berkomunikasi dan berbasa-basi. Beban ke dua adalah mengenai Saya yang terlalu mudah untuk mengetahui isi hati orang lain, meskipun sebenarnya Saya tidak mau juga untuk mengetahui itu.

Saya juga lebih suka untuk tidak menatap mata orang lain ketika berbicara. Kebanyakan teman yang dekat dengan Saya orangnya tinggi-tinggi, jadi kalau kita sedang mengobrol sambil duduk, seringkali lawan bicara Saya sampai harus membungkuk-bungkuk hanya untuk bisa berbicara dengan Saya, sementara Saya selalu merespon mereka dengan tanpa menatap mata mereka. Saya hanya menghadap ke depan saja. Selain untuk menghindari kontak mata, Saya juga khawatir kalau mulut Saya bau. Pada awalnya orang-orang mungkin akan menganggap gaya berbicara semacam ini sebagai gaya berbicara yang keren dan terkesan jenius, akan tetapi kalau sudah lumayan lama, mereka biasanya akan jadi malas untuk mengobrol dengan Saya. Saya tidak tahu kenapa. Saya lebih banyak berpikiran yang negatif daripada yang positif. Mungkin mereka merasa kalau Saya ini sombong.

Saya tidak suka menjadi orang yang seperti ini, akan tetapi Saya juga masih belum sanggup untuk berubah. Keterbatasan-keterbatasan ini hanya akan membuat orang lain terus salah paham terhadap Saya. Saya hanya bisa berharap agar semuanya bisa berjalan baik-baik saja untuk besok dan besoknya lagi. Untuk semua orang.

15 September 2014