Mimpi-mimpi anehku bisa saja menggambarkan kejadian dan situasi di mana saja, tetapi di manapun peristiwa itu terjadi selalu saja ada satu hal yang sangat kuingat mengenai atmosfer tempat tersebut: Basah! Terkadang hanya berembun saja, terkadang bahkan sampai berlumpur.
Hari ini Aku bermimpi diajak lomba lari oleh seorang wanita. Suasana adalah malam hari. Wanita ini mengenakan pakaian yang tampak resmi dan berhijab, dan sepertinya memiliki profesi sebagai seorang dokter, atau berada dalam jenjang pendidikan yang tidak jauh-jauh dari profesi itu. Yang jelas usianya tidak terlampau terlalu jauh dengan usiaku saat ini.
Kami berdua berlari cukup jauh. Tidak ada jalan lurus. Semuanya berbelok. Aku sempat melewati sebuah lapangan dan juga masuk ke dalam pekarangan yang terdiri dari begitu banyak pohon pisang dengan gaya tumbuh yang aneh. Saat-saat masuk ke dalam pekarangan itu seingatku menjadi peristiwa yang paling mengerikan meski tanpa alasan. Hal itu membuatku berlari-lari dengan memejamkan mata tanpa peduli kalau nanti Aku malah jadi makin tersesat atau jatuh ke jurang atau apa, sambil berusaha menyingkirkan pelepah-pelepah pohon yang selalu menghalangi.
Di sepanjang perjalanan Aku masuk ke dalam sela-sela pepohonan pisang itu dengan susah payah (yang terdiri dari ribuan pohon pisang yang tumbuh berhimpitan, dan basah pula), Aku melihat begitu banyak benda-benda kenangan melayang-layang tepat di depan dadaku yang terlihat secara bergantian satu demi satu. Satu hal yang paling kuingat adalah sebuah gelas kopi kuno berukuran cukup besar dengan sepotong buah ceri atau stroberi di atasnya. Selebihnya mungkin sisir dan juga benda-benda lain yang tidak bisa dimakan. Jalanan berembun, dan lapangan yang sempat Aku lewati terletak lebih rendah dari jalanan aspal yang kuinjak saat itu. Tidak ada rumput di lapangan itu. Semuanya berlumpur. Aku merasa tidak yakin kalau ingatanku ini benar, tapi wanita itu sempat berkubang di sana.
Aku tidak pernah merasa berada dalam situasi berlari bersama wanita itu dalam jarak yang dekat (atau setidaknya masih berada dalam jarak yang terlihat oleh pandangan mata). Malah, Aku merasa seperti sedang berlari sendirian. Hingga pada akhirnya Aku sampai ke tempat awal kita mulai berlari, Aku tidak lagi melihatnya. Aku mencoba untuk mencarinya dengan cara melewati jalan yang sama. Akan tetapi ketika kutemukan, dari kejauhan kulihat dia malah sedang berusaha naik bus. Aku berusaha mencegahnya tapi dia bilang dia ingin mengejar seseorang yang pernah berjanji untuk mengajaknya ke Spanyol atau Filipina. Mungkin Filipina. Entahlah, Aku lupa. Karena saat kupikir Aku sudah terbangun dari tidurku dan sedang mencatat semua peristiwa yang terjadi ke dalam kertas, ketika itu ternyata Aku masih bermimpi. Sehingga saat Aku terbangun lagi, semua catatan itu langsung hilang.
Beberapa hari sebelum ini Aku juga bermimpi sedang berada dalam sebuah perumahan berukuran sangat lebar dengan begitu banyak lorong dan ruangan. Suasana siang hari. Bentuknya seperti rumah kontrakan, tapi ada banyak selokan air di sepanjang lorong tersebut. Rumahnya tidak bertingkat dan tidak berjendela, dibangun dengan semen yang tidak bercat, hanya berbentuk melebar sangat luas saja seperti labirin, sehingga Aku tidak bisa menyebutnya sebagai rusun. Perumahan ini lebih mirip pabrik atau penjara dibandingkan sebagai rumah tinggal menurutku. Agak tercium bau-bau tepung terigu yang diencerkan oleh air. Tahu mendoan? Baunya seperti bau adonan tepung terigu untuk membuat mendoan. Bau kecut! Di tembok-tembok juga banyak bercak minyak penggorengan.
Di situ Aku tidak berperan sebagai diriku sendiri. Aku berperan sebagai orang lain dengan pakaian serba compang-camping. Pria berusia dewasa yang kurus, hitam serta berminyak. Tidak memakai baju atasan. Aku memegangi senjata seadanya seolah Aku ini adalah seorang pejuang ‘45. Tugasku adalah membasmi orang-orang gila yang berkeliaran di sepanjang lorong dan bersembunyi di setiap sekat kamar yang ada. Aku tidak merasa menembaki mereka, hanya saja setiap kali Aku berhasil memergoki keberadaan mereka, Aku merasa berhasil membasminya begitu saja. Mereka semua berlari-lari dengan sangat cepat sambil cekikikan dan bisa menghilang dalam sekejap. Mereka juga bisa melayang-layang di udara seperti hantu. Aku histeris. Sangat histeris! Hingga sampai kepada titik puncak dimana Aku merasa paling histeris dan berteriak-teriak tidak karuan, pada saat itu Aku menyadari bahwa ternyata Akulah yang gila.
Terakhir kali Aku jadi merasa sedikit mengerti mengapa orang-orang gila seringkali menganggap bahwa semua orang di muka bumi ini adalah orang gila, sementara dia sendiri merasa sebagai manusia yang paling normal. Aku pikir ini hanyalah masalah standar kenormalan saja.
Aku tidak merasa bahwa orang gila adalah orang gila, karena ketika mereka ditanya mereka masih bisa bercerita dengan jalan cerita yang jelas, hanya saja tidak masuk akal. Akan tetapi karena manusia pada umumnya menganggap tingkat kenormalan yang ideal sebagai keadaan seperti apa adanya kita saat ini, maka kita akan menganggap para orang gila tersebut sebagai orang yang gila. Padahal jika orang gila di muka bumi ini jumlahnya lebih banyak dari orang-orang seperti kita, bisa jadi kitalah yang akan dianggap sebagai orang gila oleh mereka.
7 Desember 2013
0 Komentar
Mirip