Loading…

Begitu Banyak Hal

Begitu mudahnya sebuah teori terlontar dari mulut seseorang, meskipun dari segi pelaksanaan mungkin tidaklah berjalan semudah yang mereka rencanakan. Aku adalah sesuatu yang hidup dari teori. Rencana masa depan yang matang dengan seribu alasan dan persiapan untuk menerima kegagalan esok hari. Andaikan Aku gagal besok, maka Aku bisa membuka pintu hatiku untuk berpikir lebih dalam lagi. Tentang seberapa kuatkah pintu ini akan terus terbuka terhadap kenyataan hidup dan kopi tanpa gula yang makin hari makin pahit.

Beautiful Landscape

Hanya kurang dari tigapuluh detik saja dia datang menemuiku. Seorang sahabat nyaris lama yang datang berkunjung dari Bekasi. Dia bilang kontrak kerjanya sudah habis. Yono, atau Suparyono, atau kita sebut saja Super Yono, saat itu bermaksud untuk bertanya apa kabarku di sini. Dengan semata-mata dia memintaku agar Aku bisa tetap betah bekerja di sini, daripada tidak sama sekali. Dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Dalam sekejap! Dia pergi bermotor lagi untuk membeli tiket bus. Untuk yang ke sekian kalinya, dia memperoleh surat panggilan lagi. Itu membuatku merasa sedikit iri.

Sudah sejak tanggal 2 Agustus 2010, ini adalah kali pertama Aku bertemu dengannya lagi. Seorang pria dewasa yang kini sudah bertambah gemuk dan bersih. Seseorang yang telah menemukan dunianya. Begitu sederhananya hidupnya. Sepertinya dia sudah merasa puas hanya dengan menjadi seorang pegawai pabrik saja. Padahal seingatku dulu dia bilang dia ingin menjadi seorang penulis.

Teori perkembangan batin dan pola pikir itu memang aneh. Ketika seseorang sudah tumbuh besar dan dewasa, maka hilanglah sudah impian-impian masa kecilnya yang luar biasa. Begitu banyak bocah kecil yang bercita-cita menjadi dokter dan pilot pada akhirnya kandas dalam kurun waktu beberapa tahun saja. Mereka begitu terikat oleh kenyataan. Hingga pada akhirnya kekuasaan kenyataan telah mendominasi kekuatan diri sendiri. Sebuah anomali persilangan konsep fase pertumbuhan dan definisi: apa yang sebenarnya kita butuhkan saat ini. Atau… mungkin kita memang sudah tidak membutuhkannya lagi?

Entah bagaimana Aku bisa terus konsisten memperjuangkan cita-citaku sampai sekarang Aku sendiri juga tidak tahu. Ibuku bilang Aku ini orangnya keras kepala. Hingga walau tanpa modal dan tanpa rasa malu, Aku masih tetap saja meneguhkan hatiku untuk mencari modal sampai mampus! Aku tidak peduli dengan apa kata orang ketika pada akhirnya Aku menguakkan rencana masa depanku secara terbuka. Karena apapun yang orang ragukan akan rencana-rencana gemilangku, pada dasarnya mereka semua hanya mengambil kesimpulan dari sudut pandang diri pribadi mereka saja. Mereka bilang Aku tidak akan bisa menjadi dokter dan pilot, karena mereka tidak bisa menjadi dokter dan pilot. Pada intinya, fakta bahwa orang lain tidak akan pernah tahu sepenuhnya akan seberapa besar kemampuanmu sampai pada akhirnya takdir menunjukkannya memang benar adanya. Kamu sendirilah yang seharusnya tahu akan kemampuanmu sejak butiran darah terkecil sampai tulang belulang yang membuatmu ada. Ya, sampai sekarang Aku masih tetap mempertahankan prinsip-prinsip itu. Hingga ketika seseorang bertanya padaku dengan penuh ragu, “Memangnya kamu bisa?” maka akan kujawab, “Anda tidak tahu apa-apa soal diriku.” Dan kemudian Aku menutup telingaku.

Begitu banyak kisah luar biasa berlalu di sini, yang kupikir takkan mungkin bisa kutuliskan secara mendetail. Hari-hari berlalu terlalu cepat, dan Aku adalah seorang yang lamban. Begitu dalamnya rasa hati ini untuk menerima tiap-tiap peristiwa dalam hitungan detik, hingga tak bisa dan tak bisa tangan ini untuk menulis cepat secepat tangan Tuhan menyusun kartu-kartu hidup kami.
Begitu banyak cerita, begitu banyak masalah menyeruak. Mereka bilang, hidup adalah menghadapi masalah. Dan cita-cita ini membuatku semakin merasa bersalah. Begitu banyak beban pikiran, begitu banyak beban-beban baru dalam persahabatan. Aku bekerja keras untuk menghilangkan beban-beban pikiranku. Aku bekerja sedahsyat dan sekeras yang Aku bisa di sini. Sekedar untuk menghilangkan beban-beban pikiranku.
Akan tetapi, Rozak bilang Aku tidak boleh menjadi anak yang seperti itu. Dia bilang, bekerja keras hanya untuk menghilangkan beban-beban pikiran merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap profesi.
Ah, begitu banyak sifat burukku terkuak di sini. Begitu banyak peristiwa yang ingin kuabadikan di sini. Namun berbagai masalah dan kritik selalu saja menghalangiku untuk bersikap. Rozak, sebenarnya ada apa denganku? Sebenarnya hal-hal buruk apa lagi yang ada padaku?

23 – 25 April 2011

2 Komentar:

  1. suatu saat kita harus kembali pada fakta, apa itu ambisi, apa itu idealis dan teori-teori lainnya, pada saatnya kita harus pragmatis, harus menghadapi kenyataan hidup yang sudah di depan mata

    BalasHapus
  2. Hmmm... Saya masih butuh waktu.

    BalasHapus
Top