Introspeksi Diri
Dulu Aku pernah sekali sukses mengerjai ayahku hanya dengan bermodalkan sebatang rokok dan korek api saja. Ketika itu, entah kenapa tiba-tiba saja Aku mendapatkan sebuah ide yang sangat cemerlang untuk membuat semacam kembang api (atau bom?) dari sebatang rokok dan korek api. Ya, karena yang kutemukan waktu itu memang hanya sebatang rokok dan sekotak korek api milik ayahku saja, jadi kupatahkan saja sebatang korek api, lalu kuambil ujungnya yang berwarna coklat itu untuk kusisipkan ke dalam bagian depan rokok yang berisi tembakau dengan sangat hati-hati. (Jangan ditiru! Hanya dilakukan oleh profesional). Kuperbaiki ujung-ujungnya yang berantakan untuk terakhir kalinya…
Dan jadilah! Simsalabim! Sebuah mahakarya kembang api praktis fantastis bombastis yang hanya bisa dinyalakan oleh ayahku saja.
Waktu terus berlalu hingga pada akhirnya datanglah sang ayah yang sudah mulai kelelahan dan hendak duduk bersantai mengangkang. Persis seperti para konglomerat yang sedang sakaratul maut cengep-cengep. Terambillah sebatang rokok hasil rekondisi sang anak ingusan, lalu sekonyong-konyong dia nyalakan begitu saja tanpa keraguan.
Cihuy! Sebuah momen yang telah lama kutunggu-tunggu akhirnya terlaksana juga! Ketika seorang bapa dengan gagah berani hendak menyalakan sebuah BOM (tolong!!! Tolong!!!) dari moncongnya. Tinggal beberapa detik lagi…
Tik, tok, tik, tok, do, re, mi, fasola JUOOSSSHHHH!!!!!!!! Horeeee… Khakhakhakhakha… Aku langsung ngakak tertawa terwawa-wawa. Tentu saja sang ayah juga langsung kaget tergeget-geget. Untung saja, dia tidak jantungan…
Sayang, waktu itu Aku cuma sempat memasangkan sebatang korek api saja. Jika saja dulu kupasangkan seratus batang korek api, pasti sebuah hukum fisika yang menyatakan bahwa aksi akan selalu sama dengan reaksipun bisa saja dipresentasikan secara langsung.
Ketika dinyalakan, bukan hanya percikan apinya saja yang bertambah besar, tetapi rokok itu juga akan meluncur masuk ke dalam mulut seperti roket!!! HUAKHAKHAKHAKHA. Aku jahil sekali ya!
Tapi aneh, Bapa sama sekali tidak marah padaku. Padahal waktu itu dia sedang impoten-impotennya.
Bapa itu orangnya memang tidak pernah marah. Dia adalah tipikal orang yang lebih suka memendam perasaannya dalam-dalam daripada berusaha untuk mengungkapkan isi hatinya secara langsung. Dia itu, lebih suka sibuk mencari-cari perhatian, tak-tek-tak-tek klintang-klintung lari ke sana-kemari persis seperti siluman jenggot yang sedang kebakaran jenggot (waaa…).
Setelah kupikir-pikir… Ternyata dulu Aku ini orangnya sangat menyebalkan ya! Memang, yang namanya manusia itu baru bisa mengetahui kejelekannya sendiri ketika dia sudah bertambah dewasa. Dan bukan merupakan sebuah hal yang buruk, ketika seseorang mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa masa lalunya itu sangatlah buruk. Justru itu merupakan sebuah pertanda, bahwa kehidupannya yang sekarang ini sudah berubah menjadi lebih baik dari yang dulu.
Mengenai Aku yang sekarang ini seperti apa, Aku sendiri tidak begitu tahu. Mungkin Aku akan mengetahuinya ketika Aku sudah tua nanti.
Dan sekarang? Yang bisa kulakukan dalam hidupku ini hanyalah terus berusaha untuk menjadi seorang manusia yang lebih baik lagi dan lebih baik lagi. Terus berusaha dan berdoa sepenuh hati agar kelak Aku bisa menjadi seseorang yang, ya… Seminimal-minimalnya, BAIK HATI DAN TIDAK SOMBONG.
1 Maret 2010
wah... berbahaya sekali... bapaknya sangat sabar ya.. hati2 kualat.. hehehe
BalasHapushohohoh..
BalasHapusdasirr, kualat loh ngusilin bokap sendiri,
tapi masih kurang dahsyat tuh triknya, *lho??*
salam kenal, ditunggu kunjungan baliknya..
Saya merasa nggak pernah ngusilin Bapak saya, tapi anehnya saya kok malah sering diusilin 2 anak lelaki saya ya.
BalasHapusSaya jadi nggak percaya hukum karma
bapak ajah dikerjain... bgaimana orang lain?
BalasHapus