Aku mimpi aneh lagi. Mimpi ini diawali dari Aku yang sedang memejamkan mata. Saat itu Aku melihat sebuah keping ornamen bercahaya. Bentuknya bulat sempurna. Seperti koin, tapi dengan ukuran sebesar piring. Warna cahayanya kuning dan sangaaat terang! Terletak tepat di depan mataku. Bentuknya kira-kira seperti ini:

Tapi seperti yang kukatakan barusan, Aku sedang memejamkan mata. Aku justru melihat kepingan itu ketika mataku tertutup. Dan ketika mataku dibuka, Aku malah tidak melihatnya. Jadi bisa dibilang kepingan itu seperti berada di dalam pikiranku, kepalaku, pandanganku atau semacamnya, yang tampak begitu jelas. Seolah Aku tidak sedang memejamkan mata, melainkan sedang mengintip isi dari sebuah kotak gelap dimana di dalamnya terdapat lampu ornamen yang bersinar secara konsisten untuk menyinari kegelapan di sekelilingnya.
Benda itu menetap di antara kedua mataku. Tidak bergerak-gerak, berputar ataupun hanya sekedar bergoyang. Cuma diam saja di tengah, seolah kepingan tersebut sudah menjadi bagian dari organ tubuh saja. Aku mencoba menggambarnya sebisaku, mohon maaf kalau ada yang kurang tepat (kalau ada di antara kalian yang pernah melihatnya juga). Sepintas bentuknya agak mirip seperti penampang batang tanaman dikotil, tapi kalau yang ini bentuknya adalah seperti kepingan ornamen berlubang-lubang sebesar piring yang terus memancarkan cahaya.
Dan bentuknya lebih rumit. Seperti sebuah perangkat khusus atau prasasti orang-orang beragama Hindu atau Budha zaman dulu.
Dalam mimpiku pikiranku seolah sudah disetel, sehingga ketika Aku melihat piringan ornamen itu dalam keadaan memejamkan mata, saat itu batinku berkata bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang wajar. Aku bilang, “Ketika kecil Aku sering menempelkan lampu senter sangat dekat dengan mata dalam keadaan sedang terpejam, dan ketika Aku menyalakan lampu senternya, maka seperti inilah yang akan terlihat. Aku sudah tidak pernah melihatnya lagi. Ini adalah untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aku bisa melihatnya lagi.”

Itu adalah yang Aku katakan. Tapi itu bukan Aku. Bagaimana bisa? Saat Aku kecil bahkan Aku tidak pernah merasa memiliki kebiasaan untuk menempel-nempelkan lampu senter di depan mata! Aku bahkan tidak percaya bahwa ketika Aku menyalakan lampu senter dengan jarak yang sangat dekat dengan mata, maka yang akan terlihat adalah sebuah piringan ornamen bercahaya yang sangat indah seperti itu.
Bentuknya begitu nyata. Aku bahkan tidak merasa kalau itu adalah mimpi. Dan yang lebih parah lagi adalah saat itu Aku dengan begitu santai mengakhirinya dengan berkata, “Ini adalah mata ketigaku.”
Aku pergi ke dapur. Hendak makan, ketika kusadari seekor kucingku terlihat sedang menggigil di lantai. Saat itu Aku mengangkatnya dan menggabungkannya dengan kucing-kucing yang lain yang sedang tidur berkelompok di dalam kain. Badannya dingin sekali, kaku seperti mau mati. Setelah beberapa saat selesai meletakkannya, Aku menemukan satu lagi kucing yang menggigil dan kemudian Aku mengangkatnya lagi untuk digabungkan bersama dengan kucing yang lainnya supaya lebih hangat. Selebihnya Aku tidak ingat lagi. Terdapat semacam penolakan dari kucing tersebut ketika Aku meletakkannya tapi Aku sudah tidak ingat lagi.
Aku pergi menuju bagian belakang rumah, ingin menuju kamar yang dalam mimpiku terletak terpisah dari rumah, dan berada tidak begitu jauh dari toilet (di desa-desa, toilet umumnya terletak terpisah dengan rumah/kamar mandi). Suasana di luar adalah pekarangan yang gelap gulita, perlahan Aku masuk ke dalam kamarku yang juga gelap. Isinya kosong. Sepi. Aku membuka laci baju. Kemudian tiba-tiba Aku dikagetkan oleh sesosok binatang mirip angsa. Bebek setengah angsa, yang sedang bersembunyi di samping lemari. Kalau orang di sekitar sini biasa menyebutnya sebagai Branti:


Warnanya putih. Dia terkaget dan mengepak-ngepakkan sayapnya ketika Aku memergokinya secara tidak sengaja. Kemudian dia pergi.
Aku bengong.
Aku keluar dari kamar dan kemudian menuju ke kamar sebelah, karena saat itu ternyata kamarku yang asli berada di sebelah kanan dari kamar ini (jika dilihat dari depan pintu, dimana arah kiri dan kanan menyesuaikan sudut pandangku).
Saat itu posisi kamar sudah berada pada posisi semula, yaitu di dalam rumah. Di dalam kamar yang ke dua Aku melihat dua orang wanita yang sudah menempati kamarku sejak lama. Mereka adalah karyawan toko emas. Keduanya kemudian mempersilakan Aku untuk menggunakan kembali kamar itu, dan mereka berduapun keluar.
Isi kamarku kotor berdebu. Terutama di bagian pintu. Reflek Aku melakukan bersih-bersih pintu, mencoba menghilangkan debu dan sarang laba-laba yang menempel di permukaannya.
Seorang wanita penghuni kamarku sebelumnya, yang ternyata sedang memperhatikanku dari luar pintu menegur sahabat satu kamarnya itu yang kini sedang berada di ruangan lain. Mungkin sedang minum di dapur. Kurang lebihnya dia bilang kalau kamarku itu jadi kotor gara-gara sahabatnya… jadi dia berharap agar sahabatnya itu meminta maaf kepadaku karena dia merasa prihatin dengan keadaanku.
Beberapa hari kemudian wanita yang ditegur tersebut memberiku sejumlah uang. Semuanya masih berada dalam plastik dan tersegel rapi. Plastik yang dipakai itu seperti plastik yang biasa digunakan untuk membungkus STNK. Jumlahnya ada sampai tiga bungkusan. Aku lupa berapa total tunainya, mungkin sekitar tigaratus atau seratus dua puluh ribuan rupiah. Sedikit, tapi saat itu Aku merasa kalau itu adalah nominal uang yang cukup besar dan memerlukan pengorbanan yang tidak mudah bagi seseorang untuk memberikannya begitu saja.
Saat itu adalah hari-hari dimana Aku mau keluar dari tempat kerjaku dulu. Aneh, tapi mimpi-mimpiku selalu saja dikait-kaitkan dengan kegagalanku dalam hal pekerjaan atau situasi pamit untuk berpisah. Semua hal yang sudah Aku akhiri dengan susah payah kembali lagi dalam mimpi, yaitu dalam bentuk detik-detik menjelang Aku keluar dari tempat dimana Aku pernah bekerja. Mimpi-mimpi ini seolah berusaha untuk membimbingku menuju ke arah yang lebih baik, mencoba untuk memberikan kesempatan ke dua, agar Aku bisa melakukan langkah pasrah atau pelepasan diri dari sebuah konflik batin terhadap orang-orang yang dulu pernah berhubungan denganku dengan cara yang benar. Mimpiku seolah berusaha memintaku untuk berdamai dengan diri sendiri.
Sedari awal caraku keluar dari tempat kerja memang tidak pernah ada yang beres. Itulah kenapa sampai sekarang Aku masih merasa trauma dengan pekerjaan di dunia luar, apapun itu yang berhubungan dengan atasan dan bawahan.
Akan tetapi Aku masih belum bisa berdamai dengan itu. Aku ingin menyelesaikan semuanya sendiri, dengan caraku, dengan usahaku sendiri kalau bisa. Karena Aku yakin hanya dengan cara itulah Aku akan bisa hidup dengan tenang suatu hari nanti. Selama ini Aku merasa semua kegagalan yang telah terjadi adalah sebenarnya tidak jauh-jauh dari kesalahan yang telah Aku buat sendiri. Walau bagaimanapun juga, ini adalah tanggung jawabku.
Aku berdiri di terotoar di samping jalan raya. Suasana saat itu adalah siang menjelang sore. Di samping kiriku ada sebuah gerobak bakso, dimana si pedagang sedang berada di atas gerobak tersebut untuk memperbaiki sesuatu (atau memasang sesuatu?) di atap. Aneh, gerobak bakso kok dinaiki?
Di sebelah kananku terdapat sebuah toko. Toko yang sudah tua. Seluruh sisi terotoar yang berada dekat dengan jalan raya sepanjang jalan ditutupi oleh spanduk-spanduk, jadi cahaya matahari tidak akan masuk ke dalam area ini:

Aku belum pernah melihat orang ini. Tapi entah kenapa Aku bisa merasa sangat familiar dengannya. Seolah dulu Aku memang sudah pernah bekerja di lokasi ini:

Tapi ini bukan lokasiku. Situasinya memang cukup mirip dengan apa yang kualami dulu, tapi ini bukan lokasi dimana Aku pernah bekerja dulu. Ini bukan kehidupanku.
Dia tidak menyapaku. Dia terlalu sibuk dengan sesuatu yang sedang dilakukannya.
Di sebelah kiriku adalah sebuah toko tua. Aku malah sudah tidak yakin lagi toko ini sebenarnya sedang menjual apa. Mungkin semacam barang-barang hias khusus untuk rumah. Seperti vas bunga atau patung-patung kecil yang terbuat dari keramik. Lemarinya cukup tinggi, warna cokelat tua:

Mimpiku terputus! Aku kini berada di jalan setapak pada tengah malam yang sangat gelap gulita. Suasananya berkabut. Aku melihat seorang wanita memakai pakaian orang konglomerat di zaman Belanda dari belakang. Warna pakaiannya kelabu, tebal, seperti jas hujan. Dia juga mengenakan payung:

Tapi saat itu sudah tidak hujan lagi. Jalanannya masih sangat basah. Tidak ada orang lain di sekitar sini. Semuanya cuma hutan belantara, tapi anehnya sepanjang jalan sudah dipasangi dengan keping-keping beton seperti batu bata. Yang bisa Aku lihat cuma wanita itu saja. Dan pandanganku saja sudah samar-samar.
Saat itu seluruh badanku serasa lumpuh dan mataku sulit sekali untuk dibuka. Aku berusaha untuk sadar agar tidak terjatuh di tengah jalan. Aku tidak mampu untuk memanggilnya ataupun mengejarnya. Rasanya sangat sulit. Bahkan Aku tidak pernah berpikir untuk melakukan itu (karena dia berkewarganegaraan Belanda, sedangkan Aku berkewarganegaraan Indonesia). Suasana saat itu begitu sepi. Aku sudah tidak bisa bicara lagi. Yang bisa kulakukan hanyalah berusaha mengikutinya, meski dalam keadaan benar-benar lumpuh.
Aku cuma bisa mendengar suara langkah kakinya dari jauh,
“Plok...... plok...... plok...... plok...... plok......”
Langkahnya sangat pelan. Seolah dia memang sedang berusaha untuk mengajakku mengikutinya. Tapi bahkan dia tidak menoleh atau memberikan pesan apa-apa. Aku tidak tahu wajahnya seperti apa. Apa mungkin dia spirit guide?
Tapi seingatku Aku tidak pernah punya gambaran seorang wanita dewasa semacam ini dalam fisik-fisik aneh yang biasa kurasakan bisa kulihat. Seingatku spirit guide yang bisa kucitrakan itu bentuknya seperti ini:

Rambutnya putih dan berantakan menghadap ke atas, seperti Albert Einstein. Tapi badannya kecil dan bungkuk. Dia juga memakai gaun wanita, sampai-sampai Aku tidak tahu apakah jenis kelaminnya itu laki-laki atau perempuan. Wajahnya keriput, tekstur kulit dan bola matanya seperti ikan kering yang sudah mati.
Dari suara langkah sepatu itu Aku berusaha untuk mengikutinya kemana saja dia pergi. Meski keadaan sudah hampir pingsan dan sudah tidak mampu untuk melihat sekeliling dengan jelas, Aku masih bisa mengikuti suara itu. Hingga pada akhirnya Aku sampai pada dua cabang jalan yang berbentuk melengkung ke kiri dan ke kanan, serta menurun. Belum sempat Aku memutuskan untuk ikut wanita itu berbelok ke arah kanan, Aku pingsan…

Selang beberapa waktu Aku tersadar dari pingsan dengan sendirinya dan Aku telah berpindah dimensi, berada di pinggir jalan raya. Aku tidak begitu yakin itu ada di lokasi mana, tapi lalu-lalang mobil sudah banyak. Saat itu entah mengapa Aku merasa lega dan merasa sudah berada dalam alam yang benar. Dari situ seingatku mimpiku sudah berakhir. Sisanya Aku sudah bisa tertidur dengan tenang seperti biasa.
Aku terbangun dari tidur. Benar-benar terbangun. Aku tidak tahu jam berapa sekarang tapi azan Subuh belum juga terdengar sampai kurun waktu yang cukup lama sepanjang Aku memutuskan untuk melek malam itu. Mungkin masih sekitar jam 2 – 3 dini hari.
Di samping kananku meringkuk seekor kucing yang biasa Aku gendong :) Entah dia datang dari sebelah mana. Tidak seperti biasanya dia memilih untuk tidur di sebelahku. Biasanya dia lebih memilih untuk tidur di kamarnya Bapa yang tidak ada pintunya. Kemungkinan besarnya dia ndobrak pintu lagi.
Tapi Aku masih belum sanggup untuk melihat pintu. Aku tidak berani menggerakkan badan, apalagi memalingkan badan. Tidak berani mengubah posisi badan dari menghadap kanan menjadi terlentang. Takut kalau nanti ada ‘sesuatu’ di sebelah kiriku yang mengagetkan. Situasi saat itu memang masih sangat merinding. Mau bagaimana lagi, Aku ini orangnya memang penakut. Lebih tepatnya takut dikagetkan. Kebanyakan fisik-fisik aneh yang Aku lihat samar-samar itu muncul pada situasi yang tepat, jadi ketika Aku melihatnya, maka Aku tidak akan merasa takut. Tapi untuk situasi saat ini Aku tidak berani menerka-nerka.
Ada cukup banyak bagian-bagian yang gagal kurangkai di sini, karena Aku telat menuliskannya, jadi banyak yang lupa. Seharusnya yang benar itu ketika Aku terbangun, maka seketika itu pula Aku menuliskan semua peristiwa yang terjadi dalam mimpiku ke dalam kertas. Tapi karena kendala rasa takut itu, jadi ya cuma bisa menuliskannya sampai sejauh ini. Di jam 10:55 pagi ini, Aku malah merasa sudah mulai lupa dengan semuanya. Terkecuali dengan cakram bercahaya dan sosok wanita ini…

29 Maret 2014
0 Komentar