Berkurang

Pertama kali masuk ke kampus di semester dua ini, ada satu hal yang sangat Saya rasakan berbeda jika Saya bandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Kini, jumlah mahasiswa di kelas Saya sudah semakin berkurang.

Awal pertama Saya masuk ke kampus, di kelas kami terdapat lima puluh orang mahasiswa. Pengurangan yang paling pertama kali terjadi pada tanggal 13 November 2014 yang lalu, tepatnya pada jam 22:51:14. Masih tertera dalam pesan singkat yang Rifa berikan kepada Saya waktu itu yang sampai sekarang masih belum Saya hapus. Biarkanlah takdir yang menghapus pesan tersebut, dengan cara yang mereka suka. Isinya seperti ini:

Doakan alfian,semoga diampuni segala dosa2nya.amal ibadahnya diterima disisi-Nya ;-(
amiin

Waktu itu Saya tidak mudeng dengan apa yang sedang dia katakan. Sampai pada akhirnya beberapa pesan singkat yang lain datang masuk ke ponsel Saya.

Kecelakaan lalu lintas. Waktu itu terjadi tabrakan antara sahabat Saya yang bernama Alfian Sri Yoga dengan beberapa pengendara motor yang lain. Kecelakaan ini juga telah merenggut nyawa kawan dari Alfian sendiri (mereka berdua berkendara dalam satu sepeda motor). Jadi pada saat itu otomatis terdapat dua orang yang meninggal dunia kerena kecelakaan tersebut. Saya tidak tahu pasti mengenai apa yang terjadi di sana, tapi dengar-dengar kabar, kecelakaan yang terjadi katanya cukup mengerikan. Pertama, teman sekelas Saya itu tertabrak oleh sepeda motor sampai terlempar ke jalan. Ketika teman Saya hendak bangun untuk menyingkir dari jalan, dia malah tertabrak lagi.

Seorang lagi yang mengalami kecelakaan langsung meninggal di tempat tersebut, sedangkan Alfian meninggal ketika dia sedang dibawa ke rumah sakit.

Langgeng sepertinya jauh lebih tahu tentang kejadian tersebut. Karena saat itu dia juga berada di tempat kejadian. Sedang mengendarai sepeda motor juga. Entah untuk apa mereka pergi malam-malam, tapi katanya si mereka cuma mau cari makan saja.

Meskipun katanya mereka naik motor tidak ngebut. Tapi, yang namanya kecelakaan itu, kalau sudah takdir pasti akan tetap datang saja. Dengan cara apapun. Selain itu, kabar-kabar yang beredar juga menyatakan kalau di daerah pertigaan rumah sakit tersebut memang tergolong daerah yang angker. Ada semacam pencarian tumbal secara rutin atau semacamnya. Ckckckck.

Waktu itu Saya jadi larut dengan suasana duka kawan-kawan sekelas. Pagi itu Langgeng datang ke kampus untuk ikut melayat dengan membawa jaket yang telah dipenuhi oleh darah-darah kering, disampirkan ke belakang lehernya. Waktu itu Saya ingat dia sempat bilang, “Aku nggak akan pernah mencuci jaket ini.”

Entah untuk sekarang. Mungkin dia telah mencucinya atau bahkan membuangnya. Saya tidak tahu. Hanya Langgeng yang tahu. Sampai hari ini, semuanya telah kembali berjalan dengan normal.

Hari itu semua mata kuliah ditiadakan.

Sekarang jumlah mahasiswa di kelas kami berkurang lagi empat orang. Yang pertama namanya Ilham Gugah Prastowo. Sejak awal dia memang sudah sering membolos. Entah bagaimana kabarnya sekarang. Yang jelas, tahu-tahu dia sudah tidak ada di dalam absen. Kalau mengenai orangnya sih, mau dia datang ataupun tidak rasanya sama sekali tidak ada bedanya (saking seringnya dia membolos).

Yang ke dua namanya Monica Dian Anggraini. Dia hampir sama juga dengan si Ilham, cuma masih agak mendingan. Kadang dia masih suka datang juga ke kampus tapi bisa telat sampai setengah jam lebih. Akan terdengar suara-suara kecil dari kawan-kawan Saya yang berucap hamdalah pada saat dia datang telat masuk ke kampus dimana dosen telah cukup lama mengajar di kelas, “Alhamdulillah…”.

Seperti dibuat bercanda juga tapi lebih cenderung terdengar sebagai semacam ungkapan rasa simpatik atau peduli.

Kadang dia suka tanya-tanya ke Saya melalui Facebook. Terakhir kali dia tanya soal registrasi online yang telat dia lakukan. Paling akhir adalah tanggal 28 Februari, tapi dia tanya ke Saya tanggal 4 Maret. Saya kasih saran ke dia supaya dia coba konsultasi ke bu Wina selaku wali dosen kelas kami. Waktu itu dia nurut saja. Malah dia langsung berangkat ke kampus. Waktu itu Saya juga menyarankan agar dia membawa orangtuanya juga ke kampus, supaya dosen bicaranya jadi agak mendingan. Entah dia menuruti saran Saya yang itu atau tidak. Sebelum itu Saya sempat balik tanya ke dia, “SP-mu sudah beres semua kan?” Dia jawab, “Aku nggak SP Fik… karena jarang masuk jadi harus ngulang lagi tahun depan.”

Oh, yaaa sudahlah.

Yang ke tiga namanya Andika Putra Budi Pamungkas. Dia termasuk anak yang tidak begitu punya masalah dengan kampus. Memang, kadang dia suka telat datang ke kampus tapi Saya pikir itu karena pengaruh dari kawan-kawannya atau karena lokasi rumah kos yang jauh. Baru Saya sadari sekarang, kalau dia ternyata orangnya tidak nakal juga sebenarnya. Pas awal-awal masuk memang kelihatannya dia orangnya nakal, berisik. Tapi setelah Saya pikir-pikir lagi, dia itu ternyata orangnya cukup pendiam. Suka memperhatikan situasi di sekelilingnya, atau cuma menunduk saja. Dan cukup berbakat juga kalau untuk urusan mempresentasikan sesuatu di depan umum. Bicaranya pakai intonasi. Asik. Meskipun dari segi prestasi akademis masih terbilang sama terbatasnya dengan kawan-kawan nakal yang suka ada bersamanya. Saya lebih suka menyebut mereka sebagai orang-orang yang tidak peduli dengan materi kuliah dibandingkan sebagai orang-orang yang tidak pintar. Saya juga tahu kalau dulu dia sempat naksir sama Rifa. Jauh sebelum Saya naksir kepadanya. Tapi sepertinya dia ditolak. Dengan cara yang tidak menyakitkan. Mereka masih suka tertawa-tawa di kampus. Dan Andika sepertinya masih pantang menyerah juga, suka curi-curi kesempatan. Mungkin saat itu, yang dia lakukan adalah ajang coba-coba saja. Saya tahu itu. Saya pikir, Saya bahkan tidak ada rasa keberatan apa-apa jika mereka berdua ternyata berjodoh. Yang Saya tidak tahu adalah mengapa dia memutuskan untuk berhenti dan keluar dari kampus. Apakah masalah biaya? Apakah masalah kebosanan? Atau karena tidak lagi memiliki minat dengan profesi keperawatan? Karena setahu Saya, kawan-kawan dia di sini semuanya baik-baik saja kepadanya.

Yang ke empat namanya Dwi Febrianti. Dia juga memutuskan untuk keluar dan berhenti melanjutkan kuliahnya. Entah apa alasannya. Tapi situasi dia sepertinya baik-baik saja dan Saya merasa tidak ada beban yang mengganjal mengenai keputusannya itu. Mungkin karena bosan atau karena merasa tidak betah.

Kalau tidak salah hitung, seharusnya jumlah mahasiswa di kelas kami sekarang tersisa 45 orang. Hampir saja tersisa 44 orang karena si Jodi Fajar Wiguna yang juga telat registrasi online. Tapi tadi pagi dia masuk ke kampus. Cuma di absen memang masih belum ada nama dia. Sedang diurus katanya.

9 Maret 2015