Menolong dengan Profesi?

Ada sebuah ironi. Selama Saya bekerja di Rumah Sakit, Saya tidak pernah merasa telah menolong orang lain. Saya tidak pernah merasa menolong pasien-pasien Saya. Melihat pada kenyataan bahwa Saya memperoleh gaji rutin setiap bulan, Saya justru merasakan bahwa apa yang Saya kerjakan adalah semata-mata untuk memperoleh penghasilan, bukan untuk menolong orang-orang tersebut. Dan kalaupun harus memaksakan konsep bahwa apa yang Saya lakukan adalah harus untuk menolong orang-orang tertentu, maka yang sedang Saya tolong saat itu bukanlah pasien, melainkan para pegawai di sana yang sedang mengerjakan pasien bersama-sama, atau juga, di sisi lain, Saya yang menolong keluarga Saya dengan cara menyisihkan penghasilan Saya untuk digunakan bersama-sama, untuk kebutuhan bersama dalam lingkup keluarga Saya sendiri.

Ginanjar, Taufik, Endy
Ginanjar, Taufik, Endy

Saya pikir Saya tidak perlu khawatir jika suatu hari nanti sisi kemanusiaan Saya akan hilang karena situasi. Saya tidak perlu khawatir dan menolak jika sisi lain dalam diri Saya menganggap bahwa perbuatan Saya pada akhirnya akan menjadi sia-sia di mata Tuhan karena Saya yang gagal meluruskan niat untuk menolong pasien.

Tidak mengapa jika Saya menganggap diri Saya sendiri sebagai bukan penolong. Tidak mengapa jika sisi kemanusiaan Saya akan hilang seiring waktu karena makin lama, pasti Saya akan menganggap semua ini sebagai rutinitas biasa yang tidak memiliki arti khusus. Saya tidak perlu memposisikan diri sebagai seorang penolong untuk membuat pasien-pasien Saya merasa tertolong. Karena sebelum Saya, pasien-pasien tersebut sebenarnya sudah ada yang menolong. Mereka tertolong oleh orang-orang yang membawa mereka dari tempat awal terjadinya peristiwa kecelakaan sampai akhirnya berhasil masuk ke Rumah Sakit ini.

Setiap orang mempunyai peran masing-masing dalam kehidupan; kehidupan orang lain. Tapi agaknya profesi Saya yang sekarang tidak berhasil membantu Saya mendalami peran Saya sebagai sosok penolong bagi pasien-pasien Saya. Saya masih merasakan bahwa bentuk pekerjaan ini tidak lebih kepada kewajiban karena tuntutan profesi, karena seseorang dengan profesi perawat bekerja untuk memperoleh imbalan, sama seperti profesi-profesi yang lain.

Ketika kita muda, ketika kita masih kuliah, ada berbagai macam ambisi dan semangat mengenai profesi yang kita ambil, dalam hal ini adalah profesi keperawatan. Bahwa kita memilih profesi tersebut karena bagi kita, menolong orang adalah perbuatan yang mulia.

Iya… ketika kamu masih seorang mahasiswa, kamu bisa merasakan bagaimana bangganya bekerja secara sukarela ketika praktik karena kamu melakukan sesuatu tanpa memperoleh imbalan. Kamu menolong tanpa pamrih. Tapi ketika kamu sudah bekerja, kamu akan digaji. Kamu akan dapat uang, dapat fasilitas, dapat tempat bernaung. Yang kamu tolong bukan lagi pasien, tapi orang-orang yang dekat dengan kamu. Keluarga kamu, dan teman-teman kamu di Rumah Sakit.

Satu cara mudah untuk menguji apakah yang kamu lakukan adalah murni untuk menolong atau sekedar bekerja adalah dengan menanyakan sebuah kemungkinan kepada diri sendiri: Seandainya kamu bekerja di Rumah Sakit tanpa dibayar, cukup diberi makan dan minum saja… apakah kamu mau?

Lukman
Lukman

Jika jawabannya adalah tidak mau, berarti yang kamu lakukan adalah bekerja, bukan menolong.

Cara lain adalah dengan melakukan kilas balik pada pengalaman masa lalu. Mengenai bagaimana kamu berangkat dan pulang kerja, melakukan perjalanan dari tempat tinggal menuju Rumah Sakit dan sebaliknya. Dalam perjalanan, pasti pernah satu dua puluh kali kamu melihat orang kesusahan yang berjalan di pinggir jalan raya sambil menuntun sepeda motor mereka yang mogok atau bocor. Ketika kamu melihat itu, apakah kamu akan langsung menolong mereka? Tidak kan? Kamu lebih mementingkan pekerjaan kamu, mementingkan tujuanmu ke Rumah Sakit. Karena kamu tahu akan ada hasil timbal balik yang lebih jelas di depan mata dengan tidak menolong orang tersebut, agar bisa menolong orang-orang yang lebih jelas, orang-orang yang sudah lama dekat dengan kamu.

Ketika kamu sedang dalam perjalanan dan kemudian kamu melihat kecelakaan di jalan raya, apakah kamu akan langsung menolong? Tidak? Bagaimana bisa kalian tidak menolong orang tersebut padahal profesimu adalah perawat, dan kamu tahu bahwa orang celaka tersebut adalah pasienmu? Sebaliknya, yang kamu lakukan malah foto-foto, atau lebih parah lagi kamu tetap jalan saja pura-pura tidak tahu atau berpikir, “Ah, nanti juga bakal ada orang lain yang nolong.”

Agung, Sobirin
Agung, Sobirin

Terdapat sebuah konsep yang dinamakan sebagai Hirarki Kebutuhan Dasar Maslow. Ini merupakan pondasi utama ilmu keperawatan. Sebuah konsep yang juga mampu memisahkan antara profesi keperawatan dengan profesi kedokteran. Ketika ada orang awam yang salah menyebut bahwa perawat adalah pembantu dokter, maka tugas perawat terhadap pasien berdasarkan hirarki Maslow ini dapat menjelaskan.

Sederhananya, mengobati adalah tugas dokter, bukan perawat. Tugas perawat hanyalah memastikan agar kebutuhan dasar pasien tetap terpenuhi selama sakit, selama dalam masa pengobatan. Meskipun sakit, pasien harus tetap dikondisikan agar bisa makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar. Pasien juga harus tetap bisa tidur dengan nyenyak.

Tugas perawat adalah untuk fokus pada permasalahan ini, yaitu untuk membuat pasien tampak se-normal mungkin dalam kondisi mereka yang tidak normal. Dan untuk mencapai target tersebut, perawat perlu membantu memenuhi kebutuhan dasar mereka, sampai mereka sembuh dan oleh karenanya mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka sendiri.

Berbicara mengenai kebutuhan dasar manusia, ada yang disebut sebagai kebutuhan makan dan minum. Oke, sekarang kamu bilang kalau memberikan makan dan minum kepada pasien adalah sama artinya kamu telah menolong pasien. Tapi, di luar Rumah Sakit juga terdapat penjual nasi goreng yang rutin memberi makan pasien dan keluarganya. Hanya bedanya penjual nasi goreng tersebut tidak mengaku-aku kalau dia telah menolong pasien karena telah membantu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kenapa? Karena mereka dibayar oleh pasien.

Jadi, Saya pikir tidak usah bertinggi hati dengan menyebut bahwa pekerjaan seorang perawat adalah pekerjaan yang mulia dengan alasan bahwa menjadikan diri sebagai seorang perawat akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menolong orang. Jangan terlena memuji diri sendiri sampai lupa bahwa setiap orang sebenarnya juga bisa menolong orang lain, dan mereka tidak harus menjadi seorang perawat.

Masih ada alternatif menolong yang lebih baik, yang tidak terlalu keluar dari topik kesehatan namun sifatnya murni untuk membantu orang lain. Dua contoh sederhana bentuk menolong adalah melakukan donor darah, dan menjadi aktivis siaga bencana. Ini merupakan dua mimpi yang sebenarnya ingin sekali Saya wujudkan tapi rasanya tidak memungkinkan untuk dilakukan sekarang.

Taufik Nurrohman

Saya masih belum terbiasa mengesampingkan profesi perawat Saya ketika berniat untuk menolong orang di Rumah Sakit, dan oleh karena itu Saya masih tidak bisa disebut sebagai seorang penolong. Karena akan menjadi munafik untuk mengaku sebagai seorang penolong, selama Saya masih bisa mengabaikan ‘pasien’ di tengah jalan.

13 September 2018