Tekanan

Saya mengalami depresi dan itu sudah berkembang sangat lama, tercatat sejak tahun 2009. Selama ini, koping stres yang telah menjaga kondisi mental Saya tetap stabil adalah dengan menulis, sebagian besar. Meski dalam beberapa kasus, Saya lebih memilih untuk menggambar. Namun karena proses pencapaian hasil yang lebih lama, pada akhirnya Saya tetap lebih memilih untuk menulis. Mau tidak mau, karena Saya harus hemat. Faktor keuangan dan waktu luang yang terbatas juga ikut andil dalam memicu stres. Kalau harus Saya hubungkan dengan semuanya tentu akan saling berkaitan.

Saya tidak suka menggambar pohon masalah.

Selama ini Saya bilang kepada ibu dan kakak Saya bahwa Saya menulis di blog sebagai hobi, dengan memberikan kesan positif kepada mereka bahwa Saya akan dapat menghasilkan uang dari blog tersebut. Itu memang benar, tapi bukan itu sebenarnya tujuan Saya.

Saya perlu menulis jurnal setiap kali efek depresi tersebut kambuh. Sebuah jurnal di internet memerlukan biaya sekian ratus ribu rupiah untuk mempertahankannya agar tetap aktif di dunia maya selama setahun. Oleh karena itu Saya perlu pemasukan secara rutin, seminimal-minimalnya setahun sekali. Atas dasar urgensi tersebut, maka Saya berinisiatif membuat blog yang ke dua, ke tiga, ke empat, dan seterusnya… dengan harapan Saya dapat memperoleh pemasukan dari blog-blog tersebut.

Blog-blog tersebutlah yang kemudian Saya tunjukkan kepada ibu dan kakak Saya agar Saya dapat mempertahankan blog pertama Saya, yang setelah dapat bertahan hidup selama lebih dari tujuh tahun, dengan segala bentuk mekanisme kompensasi yang telah dikerahkan, pada akhirnya, Saya tetap tidak mampu mempertahankannya lebih lama dari itu. Sedangkan blog pertama Saya yang berupa buku harian tersebut sampai sekarang masih tidak pernah Saya tunjukkan kepada siapa pun dalam keluarga Saya. Karena Saya tidak mungkin memberitahu mereka bahwa Saya sedang stres, depresi, atau apapun itu, selama Saya masih bisa mengatasinya sendiri.

Memiliki blog bukan berarti tidak memerlukan biaya. Dahulu, ketika Saya lebih banyak di rumah, mungkin pengeluaran tidak akan sampai sebanyak sekarang, sehingga Saya dapat fokus untuk mengelola media tersebut agar keberadaannya tetap dapat dipertahankan di dunia maya. Tapi sekarang keadaan Saya sudah berubah. Saya sudah kembali menempuh jalur pendidikan sejak tahun 2014 yang lalu, setelah sebelumnya sempat vakum selama lima tahun lebih. Dan itu butuh biaya yang tidak sedikit.

Untuk dapat membiayai pengeluaran, Saya harus dapat memperoleh pemasukan juga. Blog adalah pengeluaran sekaligus pemasukan bagi Saya, namun pada saat yang bersamaan, kuliah telah menambah beban pengeluaran Saya, sementara aktivitas kuliah Saya justru makin mengurangi fokus Saya dalam mengelola blog untuk dapat memperoleh pemasukan, oleh karena itu keadaan jadi tidak seimbang lagi sekarang.

Saya mengalami ketergantungan menulis jurnal di blog. Sebuah efek ketergantungan yang sama sebagaimana hubungan ketergantungan antara seorang pasien HIV dengan terapi ARV. Tanpa buku harian, mungkin sekarang Saya sudah mati. Tapi seorang yang sakit juga harus mampu menemukan obatnya sendiri. Karena penyakit jiwa tidak akan pernah sama dengan penyakit fisik.

Penyakit fisik lebih mudah untuk disembuhkan karena dia hanya disebabkan oleh virus, bakteri, gangguan fungsi organ dan sebagai efek dari trauma fisik. Namun penyakit jiwa disebabkan oleh manusia yang lain. Kamu bisa saja mengontrol sakit fisik yang kamu alami dengan cara memanfaatkan segala potensi yang ada di dalam tubuh kamu, karena sumber penyakit tersebut tumbuh dan berkembang di dalam diri sendiri, sehingga kamu punya hak dan kontrol penuh untuk menyingkirkan mereka dari dalam tubuh kamu. Tapi kamu tidak bisa mengontrol rasa sakit yang kamu alami jika sesuatu yang telah membuat kamu sakit tersebut tumbuh dan berkembang di luar tubuh kamu.

Kamu tidak bisa mengontrol manusia. Etika memperbolehkan kamu untuk membunuh virus dan bakteri, namun tidak untuk membunuh manusia.

Saya sudah rusak.

Kini, sedang menuju proses tidur panjang dalam kurun waktu dua minggu ke depan atau kurang dari itu.

Bukan keadaan yang kemudian mematikan Saya. Saya sendiri yang telah memutuskan untuk membunuh masa lalu Saya. Karena, mungkin, untuk dapat memperoleh sesuatu yang besar, kita perlu mengalami perasaan kehilangan yang besar pula.

Entah apa yang akan terjadi kepada Saya tanpa buku harian. Saya hanya berharap, kelak Saya dapat menemukan mekanisme koping baru yang dapat Saya gunakan untuk bertahan hidup. Secepatnya.

Saya menyimpan jurnal terakhir Saya di media sosial dengan harapan agar ketika seseorang berusaha mengakses domain http://latitudu.com atau http://mecha-cms.com dan kemudian gagal, maka orang tersebut akan mengetikkan domain tersebut di Google atau mesin pencari yang lain, sehingga dia akan diarahkan ke pesan ini, yang agaknya akan bertahan selamanya.

Terima kasih sudah membaca.

Purbalingga, 12 September 2016


Pertama kali dipublikasikan di Facebook.