Ikatan Tanggung Jawab

Saya memiliki seorang kakak perempuan yang belum menikah. Beliau adalah kakak termuda Saya yang telah menjalani pekerjaan sebagai kepala sekolah Taman Kanak-Kanak dimana ibu Saya bekerja sekarang. Mereka berdua bekerja bersama, yang mana membuat hubungan antara kakak dan ibu Saya menjadi lebih dekat jika dibandingkan dengan hubungan antara Saya dengan ibu Saya.

Itu adalah yang Saya harapkan. Tapi sayangnya, hubungan antara ibu Saya dengan Saya ternyata juga memiliki jarak yang sama dekatnya dengan hubungan antara ibu Saya dengan kakak Saya. Malah, Saya seperti dijadikan sebagai anak yang paling diutamakan.

Kedua kakak Saya sudah terbiasa menjalani hidup secara mandiri dimana biaya hidup dan kuliah bisa mereka penuhi dengan menggunakan uang hasil jernih payah sendiri, berbeda dengan Saya yang masih tergantung kepada ibu Saya. Kakak termuda Saya selama ini telah membantu ibu Saya sepenuhnya untuk mengatur keuangan Saya, hingga kadang dia suka menampilkan kesan seperti merasa tidak ikhlas dengan apa yang dia lakukan kepada Saya karena semua uang yang dimiliki oleh ibu Saya seolah diserahkan sepenuhnya kepada Saya, sedangkan kakak Saya yang berusaha susah payah untuk mengurusi Saya seperti tidak mendapat apa-apa dari ibu Saya.

Sedih rasanya ketika melihat mereka berdua bertengkar soal uang sedangkan Saya di sini tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengatasi perasaan iri kakak Saya kepada Saya. Kalau memang bisa, sebenarnya Saya ingin berhenti kuliah saja jika sekiranya itu dapat menghentikan permasalahan keuangan keluarga yang kaya asu. Lagipula, Saya tidak merasa keberatan dengan status atau perkataan orang akan kondisi Saya saat ini. Saya sudah terbiasa mendapatkan pertanyaan yang tidak menyenangkan dari orang-orang mengenai perkembangan Saya dari dulu sampai sekarang. Tapi dua tahun telah berlalu dan sekarang Saya sudah memasuki semester empat.

Masih ada keinginan yang sangat kuat dalam diri Saya untuk bisa pergi jauh dari rumah setelah lulus nanti. Saya ingin hidup sendiri, mandiri tanpa beban dan tanpa membebani orang lain. Saya ingin pergi ke tempat yang jauh, mencari kerja apa saja dan makan apa saja. Hidup dalam perasaan yang damai tanpa menghalang-halangi kebahagiaan orang lain, atau mati tanpa bergantung kepada keluarga Saya yang telah menghidupi Saya sampai hari ini. Saya merasa semuanya sudah lebih dari cukup. Kalau saja Saya bisa pergi dari sini, mungkin ungkapan perasaan cukup Saya kepada mereka akan terpenuhi dengan hilangnya ikatan tanggung jawab antara Saya dengan keluarga Saya.

Kecuali jika Saya bisa bekerja dan mendapatkan uang, dan kemudian berganti peran menjadi tulang punggung keluarga. Tapi Saya juga adalah laki-laki, yang kelak juga harus menikah, dan kemudian harus membiayai hidup istri dan anak-anak Saya.

7 Februari 2016