14 Agustus 2015, jam 22:56. Saya merasa sudah mencapai batasnya. Malam ini Saya sudah tidak sanggup lagi untuk menopang beban-beban Saya selama praktik, hingga pada akhirnya Saya memutuskan untuk keluar dari kamar kos Saya untuk pergi jalan-jalan ke mana saja Saya mau sampai pagi, alias minggat.
Fisik
Beban pertama tertumpu pada fisik. Yaitu berupa tugas-tugas kampus yang terlampau banyak. Saya dibekali dua buah buku berukuran cukup tebal di sini, namun ketika Saya mengecek isinya, pada dasarnya kedua buku tersebut tidak ada bedanya. Pemborosan kertas. Pemicu pemanasan global. Institusi kesehatan terlalu banyak menggunakan kertas hanya untuk melakukan sesuatu yang tidak penting. Pemanasan global itu tidak sehat! Institusi kesehatan tidak seharusnya terlibat dalam hal ini. Begitu banyak tuntutan, begitu sempit waktu yang diberikan:
- Pertama, kita dituntut untuk memenuhi begitu banyak terget kompetensi keterampilan keperawatan, terdiri dari 7 kompetensi utama dan 46 total subkompetensi yang lebih spesifik.
- Ke dua, kita perlu mendapatkan tanda tangan dari petugas kesehatan di ruangan tersebut sebagai bukti bahwa kita telah melakukan tindakan untuk menggugurkan tuntutan pertama.
- Ke tiga, kita dituntut untuk membuat semacam buku harian berisi rincian kegiatan-kegiatan yang telah kita lakukan selama di Rumah Sakit, setiap hari, dengan bukti valid berupa tanda tangan petugas.
- Ke empat, kita dituntut untuk mengisi absensi pada buku portfolio mahasiswa, dengan bukti valid berupa tanda tangan petugas.
- Ke lima, kita dituntut untuk mengisi absensi pada jadwal shift di Rumah Sakit.
- Ke enam, kita dituntut untuk membuat Laporan Pendahuluan sebanyak empat buah selama sebulan, dengan menggunakan tulisan tangan.
- Ke tujuh, kita dituntut untuk membuat Analisis Sintesis Tindakan sebanyak empat buah selama sebulan, dengan menggunakan tulisan tangan.
- Ke delapan, kita dituntut untuk membuat Asuhan Keperawatan sebanyak empat buah selama sebulan, dengan menggunakan tulisan tangan.
- Ke sembilan, kita dituntut untuk mengisi lampiran DOPS dengan jumlah tertentu sebagai ganti untuk memperbaiki nilai tes OSCA kami yang tidak berhasil mencapai batas minimal.
- Ke sepuluh, kita perlu mendapatkan tanda tangan petugas untuk menggugurkan tuntutan ke sembilan.
Ke sebelas, kita perlu menjalani ritual pengumpulan tugas dengan prosedur sebagai berikut:
- Pertama, menyertakan lampiran fotokopi format penilaian LP dan Askep ke dalam map
- Ke dua, menyertakan tugas-tugas yang telah selesai dikerjakan ke dalam map
- Ke tiga, menyertakan buku portfolio mahasiswa dimana di dalamnya telah terdapat lampiran format penilaian LP dan Askep yang bentuknya sama persis seperti lampiran-lampiran yang telah Saya sebut pada poin sebelas-satu. Hanya beda tipe fon, kop dan catatan kaki saja.
- Ke empat, mem–fotokopi ulang format penilaian LP dan Askep yang telah diisi oleh sie ruang terkait untuk diserahkan kembali kepada sie. Bolak-balik naik turun tangga!
Setiap hari Saya merasa melulu diajari soal bagaimana caranya agar Saya bisa memperoleh kepercayaan dan nilai kuliah yang baik melalui dokumen hitam di atas putih. Setiap hari Saya merasa melulu dituntut untuk meminta tanda tangan dari para petugas Rumah Sakit untuk memperoleh nilai yang valid. Setiap hari Saya merasa melulu dituntut untuk bisa menarik hati para petugas Rumah Sakit agar mereka bersedia memberikan tanda tangan mereka untuk Saya. Setiap hari Saya merasa sedang belajar menjadi seorang pengemis.
Terlalu banyak hal yang terbuang percuma di sini. Uang, tenaga, kertas dan waktu:
- Uang untuk mem–fotokopi format penilaian yang telah diisi, yang entah sebenarnya mau mereka pakai untuk apa (memangnya selama ini mereka tidak punya mesin fotokopi sendiri ya?).
- Tenaga untuk mengerjakan tugas dan menjalani hari-hari praktik di Rumah Sakit dalam waktu yang sama, secara bersamaan.
- Kertas yang habis dipakai untuk membuat duplikat/salinan format penilaian yang entah sebenarnya mau mereka pakai untuk apa. Ngomong-ngomong, setahu Saya sekarang kita sudah masuk di era digital dimana untuk menciptakan salinan dokumen, kita hanya perlu melakukan copy dan paste.
- Waktu. Menurut kalian, berapa waktu istirahat yang bisa Saya dapatkan di sela-sela perjuangan Saya dalam menyelesaikan semua tuntutan yang ada selama sebulan? Shift di Rumah Sakit rata-rata membutuhkan waktu selama tujuh jam, kalau shift malam bisa sampai sebelas jam. Warung internet dan tempat fotokopi tutup jam sepuluh malam. Sie di masing-masing ruang perawat umumnya hanya datang di pagi hari. Waktu berjalan dari tempat kos sampai ke Rumah Sakit antara 10–25 menit. Mengetuk pintu 32 detik. Belum lagi kalau sie sedang tidak ada di ruangan, Saya harus menunggu dulu selama jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Belum lagi kalau sie sudah pulang duluan, Saya harus menunggu selama jangka waktu yang tidak bisa ditentukan, ditambah waktu tambahan selama 24 jam.
Psikis
Beban ke dua tertumpu pada psikis. Menjadi ketua besar kelompok itu tidak mudah juga sebenarnya. Di sini Saya sering dijadikan sebagai bahan permasalahan. Walaupun sebenarnya yang paling rewel itu memang cuma anak-anak dari kelompok kecil Saya saja yang terdiri dari enam orang.
Nasib menjadi seorang ketua, tempatnya salah dan dosa. Ketika satu masalah terjadi, maka anggota kelompok Saya akan dengan mudahnya berkata kepada Saya:
- “Lah, kan kamu yang jadi ketua Fik, jadi kamu yang harus tanggung jawab!”
- “Kamu sih!”
- “Gara-gara kamu sih!”
- “Kalau saja kemarin kamu tidak A pasti sekarang kita sudah B, C, D, E dan F!”
- “Kalau saja kemarin kamu tidak あ pasti sekarang kita sudah い, う, え dan お!”
- “Kalau saja kemarin kamu tidak 诶 pasti sekarang kita sudah 比, 西, 迪, 伊 dan 艾弗!”
- “Kalau saja kemarin kamu tidak ㅏ pasti sekarang kita sudah ㅑ, ㅓ, ㅕ, ㅗ dan ㅛ!”
Tapi setidaknya, sekarang Saya jadi sedikit lebih tahu bagaimana rasanya menjadi seorang Rian Julianto. Hai Rian, bagaimana kabarmu di Margono?
Pak Joko Widodo memiliki jabatan sebagai seorang presiden, tapi jabatan tersebut tidak mengharuskan beliau untuk memenuhi semua tuntutan rakyatnya secara spesifik. Kamu tidak boleh cengeng dan merengek-rengek kepada beliau hanya karena kamu tidak bisa cebok sendiri dan kemudian kamu bilang kepada beliau, “Lah, kan kamu yang jadi presiden cok Jok, jadi kamu yang harus cebokin Saya!”
Bahkan beberapa mahasiswa mengaku mendapatkan tanda tangan tanpa perlu mempraktikkan apa yang seharusnya dipraktikkan sesuai dengan formulir yang ditandatangani tersebut. Mereka bilang, mereka hanya perlu mencari Perawat yang “tepat” untuk memberikan tanda tangan. Selain itu, cap stempel resmi di tiap ruangan juga bisa dengan bebas diraih oleh siapa saja, sehingga Saya bisa saja mencuri-curi kesempatan untuk mengecap halaman-halaman DOPS di buku portfolio Saya dengan cap stempel ruangan tersebut tanpa sepengetahuan orang lain.
Saya merasa kalau apa yang telah Saya lakukan selama ini ternyata sia-sia saja. Andai pun pada akhirnya Saya bisa memperoleh tanda tangan dari para petugas Rumah Sakit di ruangan tersebut secara jujur untuk memenuhi tugas-tugas Saya di sini, Saya akan tetap merasa itu semua sia-sia. Karena teman-teman Saya bisa melakukan semuanya tanpa kerja keras, sedangkan Saya sebaliknya.
Mereka mendapatkan nilai lebih banyak dari Saya padahal mereka tidak melakukan apa-apa, sedangkan Saya mendapatkan nilai lebih sedikit dari mereka padahal Saya lebih banyak melakukan apa-apa. Seorang perawat pernah berkata kepada kami bahwa IPK yang tinggi itu sama-sekali tidak memberikan jaminan bahwa kita akan diterima bekerja di Rumah Sakit!
Apa yang Saya lakukan pada akhirnya tidak sebanding dengan hasil yang Saya dapatkan. Sejak saat itu, Saya memutuskan untuk mengabaikan tugas-tugas Saya tersebut.
Tugas yang banyak dan batasan waktu penyelesaian yang sempit akan memicu para mahasiswa untuk berbuat curang, karena selama ini kita tidak pernah cukup diajari untuk menjalankan kewajiban dengan benar. Kita hanya diajari untuk menyelesaikan kewajiban tepat waktu bagaimanapun caranya.
Belum lagi mengenai status Saya sebagai ketua kelompok besar yang bisa dibilang tidak tahu apa-apa. Saya sudah mencoba untuk mencurahkan hati Saya kepada beberapa orang teman mengenai beban Saya, tapi mereka tidak pernah peduli dengan keadaan Saya. Selama ini pihak kampus tidak memberikan penjelasan kepada Saya mengenai bagaimana cara kerja kolaborasi antara pihak Rumah Sakit dengan kampus. Saya tidak pernah diberitahu mengenai apa itu preseptor dan untuk apa preseptor itu ada. Bagaimana tugas-tugas mereka dan berapa jumlah mereka. Terakhir kali Saya tahu melalui internet. Pihak kampus bisa saja berkata kepada Saya bahwa Saya punya hak untuk bertanya kepada mereka agar Saya bisa tahu segalanya. Tapi bukankah sudah menjadi kewajiban kampus untuk memberikan informasi kepada Saya sebanyak-banyaknya, sehingga ketika Saya ditanya macam-macam oleh para petugas Rumah Sakit, Saya jadi bisa menanggapi mereka dengan mantap. Gara-gara ini Saya jadi tampak sangat bodoh di depan pak Samirin selaku preseptor kami di Rumah Sakit ini. Bahkan teman-teman Saya yang notabene bukan merupakan ketua kelompok kadang-kadang malah bisa lebih tahu banyak dari Saya. Saya jadi merasa tidak bermanfaat untuk mereka semua.
Cara Saya minggat itu sederhana. Saya hanya perlu berjalan kaki atau naik kendaraan menuju satu arah tanpa berhenti, sendirian. Semua itu Saya lakukan sambil berpikir sampai Saya merasa kelelahan sendiri dan memutuskan untuk menyerah. Dalam perjalanan tersebut, biasanya hal yang paling sering Saya cari adalah masjid.
Tidak. Saya tidak berniat datang ke masjid untuk melakukan ibadah ekstra. Saya hanya mencari masjid untuk numpang tidur atau mandi. Karena Saya tahu bahwa rumah-rumah Allah akan menjadi tempat yang aman bagi orang-orang seperti Saya untuk tinggal.
Sekarang sudah jam 00:35. Saya sadar bahwa berjalan kaki tidak akan membawa Saya ke mana-mana. Jadi saat itu Saya memutuskan untuk berbalik arah dan pulang. Selain juga karena udara luar yang dingin yang membuat Saya jadi ingin buang air kecil.
14 Agustus 2015
4 Komentar
Bayu Handono
Saya sering mas jadi ketua klo ada tugas kelompok. Klo hasil akhirnya jelek mata jahat anggota kelompok saya pada melotot kayak mau keluar.
Dan klo hasil akhirnya bagus, anggota tertawa sambil mereka bilang “ini hasil dari kerja sama kita”
Padahal yang habis2 an sih ketua nya.
Saya juga pernah waktu SMK kabur tanpa tujuan sampe mentok ga ada tujuan. Saya sempet mampir ke mesjid buat solat. Dan akhirnya saya balik lagi ke arah rumah karena di ingetin bapak2 supaya pulang saja lagi ke rumah
Umar Azmar
buat motivasi, inget ucapan bibinya spiderman aj mas klo lg tertekan;
bersama dengan kekuatan besar, datang tanggung jawab yg besar. hehehehe
Taufik Nurrohman
@Umar Azmar — Seingetku itu warisan dari pamannya deh, pas lagi sakaratul maut
Umar Azmar
eh iya tha ?,.. wah koreksi berarti.. “pamannya”.. hehehe