Sering Saya merasa kalau suasana keseharian di kelas Saya itu kurang kondusif. Para mahasiswa hanya mau bergerombol dengan mahasiswa-mahasiswa tertentu saja yang mereka anggap cocok. Masing-masing orang sudah memiliki geng–nya sendiri-sendiri, sehingga ketika ada rencana perubahan pembagian kelompok atau diskusi khusus di kelas yang dilakukan secara acak, seringkali suasana kelas jadi agak rusuh. Masing-masing orang hanya mau bergabung dan berkelompok dengan sekumpulan orang yang sama.
Saya tidak bilang kalau orang-orang yang berada di luar kelompok Saya itu pada judes dan menyebalkan sampai tidak bisa lagi untuk diajak komunikasi. Hanya saja, ada saat dimana Saya akan mendengar obrolan-obrolan negatif mengenai gerombolan tertentu saat Saya sedang berkumpul bersama dengan gerombolan yang ini dan yang itu.
Saya bisa menjadi orang yang netral selama Saya tidak mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kelompok yang sedang Saya coba dekati. Pada intinya, Saya masih bisa menjadi seorang pendengar yang baik tanpa harus ikut campur dengan urusan-urusan yang sedang mereka kerjakan, dan tanpa harus ikut-ikutan mendukung ataupun menyangkal pernyataan-pernyataan mereka mengenai kelompok-kelompok tertentu yang mereka utarakan secara langsung kepada Saya. Keuntungannya, Saya jadi bisa masuk ke kelompok mana saja sesuka Saya tanpa harus merasa bimbang atau tidak enak hati.
Menjalani hari-hari dengan memikirkan orang lain itu rasanya tidak menyenangkan. Enak rasanya ketika Saya membayangkan bisa seperti beberapa orang di kelas Saya yang bisa dengan mudah mengabaikan apa-apa yang sedang terjadi pada orang lain tanpa harus membuatnya menjadi terlihat seperti orang yang egois atau antisosial. Kadang ada rasa seperti ingin memperbaiki suasana kelas agar bisa lebih kondusif lagi, tapi sepertinya itu bukan merupakan wewenang Saya.
Yang penting masing-masing kelompok bisa konsisten, kompak dengan para anggotanya. Itu saja sudah bisa membuat Saya lega.
Rasa solidaritas mungkin memang tidak harus dipupuk dan dipaksakan sedemikian rupa hingga hal tersebut bisa berlaku untuk semua orang dalam komunitas tertentu, baik yang disukai maupun yang tidak disukai. Bisa menjadi seorang individu yang rela mati untuk sesama meski hanya untuk yang disukai saja itu juga sudah bagus. Tidak semua orang bisa melakukan hal yang keren seperti itu.
Masing-masing kelompok bekerja dengan anggota mereka masing-masing, masing-masing orang berhasil mengembangkan perasaan dalam diri mereka bahwa mereka itu dibutuhkan, setidaknya dalam kelompoknya.
Kesenjangan komunikasi yang terjadi di lingkungan kelas bagi Saya wajar-wajar saja. Itu hanyalah sebuah efek samping tak terhindarkan yang timbul karena pembentukan rasa solidaritas yang kuat dalam kelompok-kelompok tertentu. Lagipula kita semua sudah dewasa. Masing-masing orang tentunya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Setidaknya, ketika mereka berhasil menemukan kelompok yang tepat, maka itu artinya mereka telah berhasil menemukan orang-orang yang sepaham dengan tujuan mereka di awal, atau dalam perjalanan.
Semoga ketua kelas kita tidak kewalahan. Dan semoga, orang-orang yang sampai sekarang masih merasa terkucilkan karena belum berhasil menemukan teman-teman yang sepaham bisa segera menemukan kelompoknya.
Tahukah kamu bahwa agama sebenarnya juga mirip dengan geng? Agama telah menyatukan orang-orang di seluruh dunia, membangkitkan semangat hidup mereka dan membuat mereka bisa saling mengenal satu sama lain. Membuat mereka bisa merasa memiliki identitas tersendiri yang membanggakan bagi dirinya sendiri secara pribadi, dan oleh karena itu membuat mereka bisa bertahan hidup. Akan tetapi, agama juga telah memecah orang-orang ke dalam kelompok-kelompok yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok jadi tidak bisa saling mengenal dengan kelompok yang lain. Setiap kelompok memiliki tujuan hidup yang berbeda, dan setiap anggota kelompok akan merasa kalau tujuan hidup mereka akan lebih mudah tercapai apabila mereka berada dekat dengan orang-orang yang juga memiliki tujuan yang sama.
2 Desember 2015
0 Komentar