Kebenaran Subjektif

Aku tidak mempercayai akan pendapat yang menyatakan bahwa semua hal yang benar itu adalah baik untuk semua orang tanpa terkecuali. Bagiku, semuanya bergantung pada komunitas.

Ketika seseorang yang tidak merokok mengatakan bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan, maka para perokok akan mengatakan bahwa merokok itu baik untuk kesehatan, lengkap dengan berbagai alasan dan bukti mereka yang valid, namun subjektif (berasal dari diri sendiri, hasil dari merasakan sendiri, yang sebenarnya tidak berlaku untuk semua orang).

Aku bukan perokok. Itulah sebabnya mengapa Aku bisa dengan mudah mengatakan bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan. Tapi mungkin keadaannya akan berbeda jika Aku terlahir sebagai seorang perokok. Mungkin Aku akan mengatakan bahwa merokok itu baik untuk kesehatan dan akan menyarankan semua orang untuk merokok juga sepertiku.

Setiap orang memiliki kecenderungan untuk berusaha mencari dukungan terhadap apa saja yang mereka perbuat di dunia ini atas dasar perasaan suka atau atas dasar perasaan cocok. Karena jauh dalam lubuk hati mereka, sebenarnya mereka itu takut akan kesalahan dan takut akan dosa. Sampai suatu hari nanti mereka berhasil memperoleh sebentuk dukungan yang cocok dengan apa yang mereka yakini saat itu, maka mereka akan menyebut apa yang mereka yakini tersebut sebagai sesuatu yang benar.

Kebanyakan orang berusaha mencari-cari kebenaran tertentu karena mereka merasa kebenaran tersebut sesuai dengan pendapat mereka saat itu. Mereka memilih untuk mengikuti pendapat seorang tokoh agama yang ini atau yang itu karena saat itu mereka berada dalam situasi yang sama dengan apa yang tokoh tersebut katakan, sehingga mereka tidak perlu repot-repot untuk memperbaiki cara ibadah mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya takut akan dosa dan salah. Namun yang kukhawatirkan adalah mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan untuk mencapai apa yang mereka sebut sebagai “kebenaran” mungkin tidak sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Karena selama ini mereka merasa bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling benar. Tidak. Aku tidak mempercayai itu. Bagiku, sebaik-baik manusia adalah yang tidak munafik. Sadar akan kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat, dan tidak menunjuk hal-hal yang benar berdasarkan nafsu, berdasarkan apa yang sesuai dengan pendapat mereka.

Jika salah maka katakanlah salah, jika benar maka katakanlah benar. Jangan ngeles.

Aku tidak mengerti. Sebenarnya apa yang membuat mereka menjadi takut untuk berdosa atau menjadi sosok pribadi yang bersalah? Aku tidak merasa bahwa menjadi berdosa itu buruk. Itu membuatku menjadi lebih berhati-hati dalam menjalani hidup, dalam berpendapat, dan juga membuatku menjadi lebih terbuka untuk menerima pendapat-pendapat yang lain. Karena setiap kali Aku mendengarkan pendapat orang lain, maka pada saat itu Aku secara reflek berpikir bahwa mungkin apa yang Aku yakini selama ini juga mengandung hal-hal yang salah. Dari situ terciptalah sebuah pemikiran baru.

Dari situ pula Aku jadi bisa melihat perbedaan yang sangat jelas antara orang yang menjalankan ibadah atas dasar perasaan cinta dengan orang yang menjalankan ibadah atas dasar perasaan takut. Bukan hanya takut akan azab Tuhan, namun juga takut akan dikucilkan oleh komunitas.

“Optimis itu untuk kesuksesan dunia, pesimis itu untuk kesuksesan akhirat.”

Kalau kamu ingin sukses di dunia, maka kamu harus bisa menjadi orang yang optimis. Optimis bisa lulus, optimis bisa diterima, optimis bisa kaya dan bahagia. Tapi kalau kamu ingin sukses di akhirat, maka kamu harus bisa menjadi orang yang pesimis. Kamu harus merasa masih berdosa, merasa tidak sempurna, merasa bahwa mungkin kamu punya salah kepada orang-orang di sekitarmu, merasa bahwa mungkin pendapatmu tidak sepenuhnya benar, sehingga kamu bisa bertahan pada pribadi yang rendah hati dan berhati-hati.

Lebih baik merasa bersalah ketika di dunia tapi ternyata dimaafkan ketika di akhirat nanti, daripada merasa baik-baik saja ketika di dunia tapi ternyata salah kaprah ketika di akhirat. Penyesalannya akan jauh lebih besar. Itu menurutku.

30 Januari 2013