Low Latent Inhibition
Selama ini Aku tidak pernah mengetahui dan bertemu dengan keluarga ayahku yang lain. Sedangkan keluarga ibuku sepertinya sudah pernah kulihat dan kutemui semuanya, seminimal-minimalnya setiap hari raya datang. Entah hal apa yang membuatku bisa mengabaikan masalah penting semacam ini, sampai di akhir-akhir ini Aku baru tersadar.
Saat itu Aku bertanya kepada ibuku, “Bu, kok Aku tidak pernah mengenal kerabat-kerabat ayahku ya?” Dia bilang, “Ayahmu itu anak tunggal… jadi tidak punya banyak kerabat. Beberapa kerabat yang lain paling si itu tuh, lik Ribut, mbah … dan orang-orang di sekitar situ lah.”
Oh, pantas.
Saat itu ayahku sedang berada di sumur, sedang mengambil air wudhu, terpisahkan oleh pembatas tembok terbuka dari pembicaraan kami di dapur. Dia tidak berkata apa-apa.
Sehari yang lalu ada seorang kakek-kakek datang ke sini. Katanya dia ingin menemui ayahku. “Cuma ingin bertemu”, begitu katanya. Dia datang bersama cucunya yang diperkirakan usianya berada di atasku, dan mengobrol untuk beberapa saat bersama ayahku di ruang tamu. Dia berbicara menggunakan bahasa Jawa kromo. Saat itu, hal yang Aku tangkap dalam inti pembicaraan mereka adalah mengenai permintaan maaf jika ada salah dan sebuah keinginan untuk bertemu. Begitu saja. Tidak ada yang lain. Cuma ingin bertemu, dan ingin melihat apakah ayahku itu masih seperti anak-anak (awet muda) atau tidak. Seperti orang yang sedang mengidam saja.
Masalahnya adalah, saat itu ayahku berada dalam keadaan lupa. Dia tidak mengenal orang tersebut, sampai orang tersebut bercerita mengenai masa-masa kehidupan mereka dulu, mengenai tempat bermain yang sering mereka kunjungi, mengenai rumah seseorang yang sering mereka tumpangi untuk makan dan lain-lain. Saat itu ayahku bisa mengingat peristiwa-peristiwa tersebut, namun tidak begitu ingat dengan orang itu.
Kami sedang menguping di ruang tengah. Ibuku, mungkin adalah seseorang yang paling curiga terhadap kedatangan tamu-tamu semacam ini. Karena rumah kami sejak dulu memang sering didatangi oleh orang-orang yang entah datangnya dari mana. Kesimpulannya, ternyata mereka memiliki niatan untuk bersilaturahmi dan melakukan pendekatan, agar bisa melamar mbakyuku yang terakhir, yang sampai sekarang belum juga menikah.
Sebenarnya tidak ada masalah kalau ada orang yang ingin bersilaturahmi atau melakukan pendekatan. Akan tetapi orang-orang yang datang kebanyakan tidak bersahabat. Beberapa yang datang adalah para pemuda yang didampingi oleh orang tua cacat, yang sedikit-sedikit akan komat-kamit di sela-sela obrolan dan suka mengeliat-geliat serta menguap sampai bersuara. Kita khawatir kalau mereka itu tukang hipnotis atau semacamnya, oleh karena itulah kita jadi mudah curiga dengan hal-hal semacam ini. Lagipula, kebanyakan dari mereka disinyalir datang karena disuruh oleh orang-orang berengsek goblok yang nafsu ingin menjatuhkan keluarga kami. Kalian tahulah, kehidupan dan persaingan para guru itu seperti apa. Beberapa orang berpikir bahwa guru-guru TK itu adalah guru-guru yang goblok dan tidak seharusnya memiliki kesempatan untuk menaikkan derajat mereka, atau tidak seharusnya bisa mengalahkan mereka. Tapi ayahku membantah bahwa orang tersebut memiliki niatan semacam itu. Setelah tamu tersebut pergi meninggalkan rumah kami, ayahku sedikit bercerita. Dia bilang bahwa selama ini dia memang tidak jarang bertemu dengan orang-orang yang sudah tua yang mengaku mengenalnya dengan baik, namun tidak berhasil membuatnya mengingat orang tersebut. Seringkali pertemuan itu membuatnya sedikit kaget. Tapi bukan itu hal utama yang membuat peristiwa tersebut menjadi aneh di sini. Ayahku bilang, beberapa hari setelah sahabat lamanya tersebut berhasil menuruti keinginannya untuk bertemu, dia meninggal dunia!
Ayahku dan Aku adalah seorang pengidap LLI. Setidaknya itulah yang bisa kusimpulkan. LLI (Low Latent Inhibition) adalah sebuah “keistimewaan” pada manusia yang akan membuat manusia tersebut menjadi memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang berlebihan terhadap sesuatu, terutama terhadap benda-benda. Sehingga itu bisa membuatnya berpikir sangat banyak terhadap suatu benda jauh melebihi orang-orang pada umumnya.
Ketika Aku pergi mengantar ayahku untuk membeli alat-alat elektronik, atau ke rumah seseorang, tidak jarang Aku melihat ayahku memperhatikan sesuatu dengan antusias, terutama dalam waktu-waktu menunggunya. Melihat puncak tiang listrik karena ada semacam perasaan kagum terhadap satu hal yang sedang dia perhatikan. Biasanya sambil senyum-senyum. Dia bahkan bisa sampai hati memungut sampah yang membuat dia tertarik untuk dilihat-lihat. Hingga kemudian dia akan meletakkannya kembali. Atau malahan ingin membawanya ke rumah! Dia pernah ingin membawa beberapa bongkah batu cadas dari kali. Katanya ingin dia gunakan untuk membuat asbak. Tapi ibuku melarangnya. Dia bilang, masa lalu adalah masa lalu. Jaman sekarang sudah tidak ada lagi orang yang membuat asbak dari batu cadas…
Untuk sesaat, mungkin kamu akan melihatnya seperti orang autis. Karena ayahku sudah tua, mungkin perilaku-perilaku semacam itu sudah dianggap wajar saja.
Aku memiliki kebiasaan seperti itu juga. Hanya saja karena Aku lebih dulu mengetahui keistimewaan ini, dan karena sejak dulu Aku sering menyadari kritik dari orang-orang yang memperhatikan perilakuku, Aku jadi sedikit bisa mengendalikan diri untuk tidak terlalu antusias dalam melihat dan memperhatikan benda-benda. Saat itu Aku masih SMK. Aku berada pada jam praktek. Saat itu sedang istirahat. Ruang praktek berada di sebelah lapangan sekolah, sehingga ketika kami sedang beristirahat, biasanya kami akan duduk-duduk memperhatikan lapangan atau sekedar bergerombol di sekitar situ untuk mengobrol. Saat itu Aku sedang meperhatikan sepeda motor Jupiter Z warna merah. Aku cuma tertarik saja dengan detail grafis dan bentuk mesinnya. Namun mungkin karena saat itu sikapku berlebihan, Aku tidak tahu, beberapa orang temanku menyindirku, “Motornya bagus yah Fik!” kemudian diikuti dengan kata-kata yang menunjukan bahwa Aku ini adalah seorang bocah, “Minta beli sana sama mamamu….”
Yaelah. Aku malah dikira sedang ingin sepeda motor.
Ayahku juga mempunyai kebiasaan memimpikan hal-hal yang aneh, sama sepertiku. Beberapa hal yang sering dia ceritakan adalah mengenai mimpi melihat alam semesta, atau melihat sekumpulan planet dan bintang-bintang yang berjarak sangat dekat dengan rumah kami. Itu adalah mimpi yang sangat menakjubkan hingga dalam mimpiku, Aku bisa sampai berlari-lari kesana-kemari memanggil para tetangga untuk menunjukkan apa yang kulihat di langit malam itu. Aku berteriak-teriak, “Lihatlah itu di langit… indah sekali!!! Subhanallah… Subhanallah…!!!” Aku menyebut nama Tuhan berkali-kali dengan perasaan yang sangat gembira bercampur takjub yang luar biasa. Langit malam begitu terang, hingga awan-awan yang biasanya tidak terlihat di malam hari pun menjadi terlihat begitu jelas. Planet-planet memiliki jarak yang begitu dekat dengan bumi, serta bintang-bintang tertabur begitu saja seperti butiran pasir. Seperti ombak, dan ada kabut-kabut berwarna-warni juga. Pokoknya susah lah kalau untuk diceritakan dengan kata-kata.
Aku memiliki kecenderungan mimpi yang sama dengan ayahku. Selain mengalami mimpi mengenai planet-planet, Aku juga sering mengalami mimpi memasuki hutan-hutan berbunga yang berwarna-warni. Suasananya sangat indah, tidak seperti hutan di dunia nyata. Cahayanya juga terang. Yang paling dominan adalah mimpi mengenai musim gugur. Aku pernah sekali mimpi berada di musim gugur yang bercampur dengan musim dingin. Sesaat setelah mengalami mimpi itu Aku sempat berusaha mencari-cari foto rekayasa yang memiliki penampakan suasana yang mirip dengan keadaan di dalam mimpiku, akan tetapi Aku tidak berhasil menemukannya. Satu-satunya foto yang berhasil kutemukan adalah sebuah foto kecil yang pernah kupasang di jurnal ini, namun sungguh, suasanannya sangat jauh berbeda dengan apa yang terlihat di dalam mimpiku.
Aku mencoba menyempatkan waktu untuk sedikit-sedikit membaca pos-pos di forum Indigo Society. Tidak ada alasan khusus sebenarnya. Aku hanya ingin tahu apakah Aku memiliki bakat indigo atau tidak. Jika sudah tahu ya sudah. Itu artinya Aku berhasil mengetahui siapa diriku sebenarnya, sehingga ketika ada suatu hal aneh yang terjadi nantinya, maka Aku tidak perlu lagi banyak bertanya-tanya. Di situ ada begitu banyak orang yang menceritakan pengalaman-pengalaman aneh mereka, seperti merasakan hidup di tubuh orang lain, merasa bahwa dirinya adalah wanita yang terjebak di dalam tubuh laki-laki atau sebaliknya, merasa dirinya adalah orang dewasa yang terjebak di dalam tubuh anak-anak atau sebaliknya, merasakan perasaan sedih yang teramat-sangat ketika melihat sesosok mayat hasil pembantaian perang di televisi, padahal orang tersebut sama sekali tidak mengenalinya. Pengalaman bisa melihat hantu, mimpi aneh yang bersambung, deja vu…
Pernah mengalami deja vu? Aku sering. Hanya saja peristiwa-persitiwa yang terjadi adalah hal-hal yang tidak penting dan hanya berlangsung selama beberapa detik saja. Semuanya berasal dari mimpi setengah sadar: Ketika Aku mulai tertidur, Aku tidak pernah bisa mengosongkan pikiran. Ketika Aku menutup mata, semua cuplikan-cuplikan persitiwa mulai muncul begitu saja dalam bayangan, namun dalam durasi yang sangat cepat. Seperti sedang melihat dokumen foto berjumlah sangat banyak yang dibolak-balik dengan cepat. Aku biasa melihat hal-hal yang tidak penting di dalam bayang-bayangku. Suasana rumah, anak-anak berlari, toko balon, terminal bus, karpet, adegan seks, hutan bambu, wajah orang (terutama wanita) yang tidak kukenal seperti sedang berinteraksi dengan diriku. Namun dalam waktu itu Aku bukanlah Aku. Rasanya seperti sedang mengintip melalui mata orang lain. Merasa sedang menggores pensil, menuang air dan aktivitas-aktivitas sederhana lainnya yang bisa kulakukan sendiri. Aktivitas-aktivitas inilah yang paling sering terulang kembali.
Aku yakin itu semua sebenarnya hanyalah imajinasiku saja yang muncul akibat efek kumulatif karena terlalu banyak berpikir. Akan tetapi beberapa dari itu ternyata terjadi di dunia nyata. Hal yang paling menantang adalah ketika Aku berada pada detik-detik dimana Aku menyadari bahwa Aku pernah mengalami peristiwa itu sebelumnya. Melakukan goresan pena, menyentuh meja, atau hal-hal mendetail lainnya yang terasa sudah pernah kulakukan. Saat Aku menyadari itu, maka Aku langsung cepat-cepat berusaha untuk menebak-nebak apa yang akan terjadi setelahnya. Tapi sayangnya Aku tidak pernah berhasil. Sepertinya memang cuma bisa terpotong sampai pada titik itu saja. Dan lagipula, berdasarkan psikologi, deja vu memang bukanlah hal yang ajaib. Itu cuma anomali memori di dalam otak.
27 September 2013
0 Komentar