Loading…

Saya Adalah Pinguin, dan Saya Harus Membuktikan Bahwa Saya Bisa Terbang

Saya adalah pinguin, dan Saya harus membuktikan bahwa Saya bisa terbang. Itu adalah kewajiban Saya untuk meningkatkan dan memperbaiki derajat induk Saya. Pinguin itu bisa terbang. Saya harap Anda bisa mempercayai Saya. Saya cuma butuh waktu.

Pinguin

Tidak masuk akal

Saya setuju. Tapi itu harus. Bukan masalah kelancangan atau kesombongan, berusaha mengubah diri sendiri menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Ini adalah sebuah keharusan, karena jika tidak, lambat laun Saya hanya akan punah termakan oleh hukum-hukum tak jelas dari kawananku sendiri.

Saya ingin bertanya satu hal kepada Anda semua. Sejak kapan Anda merintis masa depan Anda? Saat Anda bersekolah dulu, apa saja yang Anda kerjakan? Saya rasa Saya bisa mengerti bahwa sebagian besar dari kita memang telah hidup dengan masa muda yang cukup menggembirakan, bermain dan bercengkrama di sekolah. Kita tidak terlalu memikirkan masa depan yang terlalu jauh. Setidaknya sampai kita lulus sekolah menengah atas, saat itu kita berkuliah dan mulai memikirkan masa depan dengan lebih serius. Mengenai pekerjaan tetap, menjadi pegawai PT untuk pria, dan akuntan untuk wanita. Tidak lebih. Dan tidak jauh-jauh dari istilah “J-A-K-A-R-T-A”.
Masalahnya adalah Saya bukan sesuatu yang seperti itu. Saya tidak peduli apa itu Jakarta dan Saya tidak terlalu berminat. yang Saya inginkan adalah keberhasilan mencapai sesuatu yang sangat Saya inginkan dan perjuangkan begitu lama. Terlalu banyak kewajiban yang terpendam dalam diri Saya yang tidak tahu datangnya dari mana. Itu terjadi begitu saja seiring berjalannya waktu.

Mungkin sudah sejak dilahirkan. Saya telah didoakan begitu banyak hal baik oleh keluarga Saya sendiri. Dulu, saat Saya masih sangat kecil nenek Saya sering menggendong Saya dan berkata bahwa suatu saat Saya akan menjadi orang pintar seperti BJ Habibie dan bisa membuat pesawat terbang!

Itu bukan perkataan sekali yang tidak berarti. Pesan itu selalu ia ucapkan sepanjang waktu selama bertahun-tahun sampai pada akhirnya mereka lupa. Namun aneh rasanya di sini, karena sampai sekarang Saya masih mengingat semua itu dengan sangat jelas. Tidak jauh berbeda pula dengan ibu dan ayah Saya. Mereka selalu berharap bahwa kelak Saya bisa menjadi orang sukses. Entah apalah jelasnya, kita hanyalah orang-orang biasa yang tidak mengerti apa itu sukses, jadi mungkin Anda akan tertawa. Tapi satu hal yang Saya tahu mengenai sukses adalah mengenai kesenangan. Jika kita senang maka kita sudah sukses, mungkin itu yang kedua orangtuaku maksud. Meskipun sedikit berbeda di ayah karena beliau terlalu diam. Tapi Saya tahu beberapa hal mengenai dirinya saat muda, sehingga Saya tidak begitu penasaran. Dia cukup mirip dengan Saya. Dan kita terlalu terbatas dalam segala kelebihan yang ada.

Kenapa ya, kepintaran selalu kalah dengan nasib?

******

Dan, karena doa-doa itulah yang menyebabkan Saya tidak pernah bisa berhenti berpikir mengenai satu cara agar Saya bisa terbang. Saya ini bukan tipe orang yang begitu mudah melupakan doa-doa seperti itu. Kelihatannya memang sepele, tapi saat Saya melihat dan merasakan bagaimana cara mereka berkata dan berharap dengan penuh antusias… “Anak saya akan menjadi orang pintar seperti BJ Habibie…”, memangnya siapa yang akan tega dengan itu. Siapa yang akan tega melepaskan diri dari harapan orang-orang yang kita cintai terhadap kita? Saya sangat sangat percaya bahwa pinguin bisa terbang. Bahkan kawanan Saya juga bisa. Hanya saja mereka terlalu mudah termakan oleh bunyi kawanan mereka sendiri. Mereka tidak berbohong mengenai perkataan mereka bahwa tidak mungkin seekor pinguin bisa terbang, mereka hanya tidak tahu dan tidak punya waktu untuk mencari tahu. Jangan mencari ikan untuk dimakan, carilah ikan untuk dipelihara. Itu tidak logis dari sisi pinguin, tapi jika kita bisa memelihara ikan, kita bisa makan ikan lebih banyak tanpa harus mencari.

Bisa dibilang, mungkin Saya adalah seseorang yang terlalu memaksakan diri. Itu memang benar, Saya memaksa diri Saya untuk bangkit berkali-kali karena perkataan Anda yang seringkali tidak terduga. Setiap kali Anda mengatakan bahwa itu tidak mungkin, Saya justru semakin tidak percaya.
Dalam setiap langkah kaki Saya Saya hanya berpikir mengenai masa depan Saya. Hal itu mungkin juga memiliki arti bahwa pada dasarnya Saya tidak pernah hidup di masa kini. Hal itulah yang terkadang membuat hidup Saya menjadi tampak sedikit berantakan di masa kini. Tapi dalam pikiran Saya, semuanya sudah terstruktur dengan sangat rapi. Meskipun harus berkali-kali terhambat karena kebiasaan buruk Saya itu (pikiran yang terlalu jauh ke depan, hingga melupakan keteraturan masa-masa sekarang) tapi Saya selalu berusaha untuk bangkit lagi dan lagi. Saya gagal, dan Saya semakin keras kepala. Jika Anda hidup untuk diri Anda sendiri, mungkin Anda bisa saja dengan mudah melepaskan segalanya dan beralih kepada dunia yang bisa membuat Anda senang. Tapi Saya tidak hidup untuk diri Saya sendiri. Saya hanya berpikir bahwa spesies Saya adalah spesies yang seharusnya diperhatikan, bukannya diabaikan karena perbedaan. Saya hanyalah seseorang yang terdampar di sebuah pulau kecil yang salah sejak lahir. Dan saat itu kupikir Saya telah memiliki naluri tersendiri untuk keluar, berusaha pulang ke rumah. Dalam segala keterbatasan itu, Saya putuskan untuk berenang.

Keputusan

Saat kita telah memutuskan untuk berenang, kita sudah tidak peduli lagi dengan seberapa jauh jarak dari tempat asal mula kita menuju rumah yang sebenarnya. Kita telah diliputi oleh kenekatan kita sendiri. Begitu pula dengan Saya.
Sampai Saya berada di tengah lautan dan berakhir dengan kelelahan. Lalu beberapa pikiran mulai terlintas untuk berhenti saja dari perjuangan yang sia-sia ini. Sebagian besar berasal dari burung-burung di atas sana yang memperhatikan Saya sambil terbang dengan cepatnya, ditambah lagi perasaan capek dan kram seluruh badan karena terlalu lama berenang.

Saat itu Saya memutuskan untuk melihat ke belakang sejenak dalam dinginnya genangan air laut. Saya basah kuyup. Saya melihat bahwa Saya sudah sampai sejauh ini pergi dari pulau tempat Saya terdampar dulu. Pulau tempat asal Saya dulu sudah terlampau kecil dan terlihat sangat jauh. Namun, saat Saya melihat ke depan, Saya juga belum melihat apapun mengenai impian rumah Saya yang sebenarnya!

Pilihan Saya hanya dua: Memilih melanjutkan berenang untuk mencapai tujuan Saya, atau lebih memilih untuk berhenti, menyerah dan mati dalam tenggelam.

Tapi kemudian mungkin Anda akan bertanya, “Loh, bukankah Anda pinguin? Saya rasa Anda tidak punya masalah dengan berenang. Bukan begitu?”

Ya, jika Saya adalah pinguin yang sama dengan Anda semua. Tapi masalahnya adalah, Saya terlalu berbeda. Saya tidak bisa berenang.

“Lalu, jika Anda tidak bisa berenang, mengapa Anda berenang?”

Mau bagaimana lagi, dunia menuntut Saya untuk menjadi sama dengan kalian semua agar Saya bisa diterima. Namun betapapun Saya berusaha untuk lancar berenang, tetap saja Saya hanya akan berakhir tertatih, karena Saya tidak seahli kalian semua. Alasan dan fakta itulah yang selama ini membuat Saya benar-benar nekat berusaha dengan keras untuk keluar dari jalur kalian. Saya ingin terbang, agar Saya bisa diakui dengan cara yang lain. Jika Saya tidak bisa diterima sebagai seekor burung pinguin yang bisa berenang dan mencari ikan sama seperti kalian, maka Saya ingin menjadi seekor pinguin ajaib yang bisa terbang, yang bisa memicu Anda semua untuk belajar terbang juga!

Pada dasarnya Saya hanya ingin dianggap sama dengan kalian, namun sepertinya itu sulit, karena pada kenyataannya, Saya memang benar-benar berbeda.

4 April 2012

11 Komentar:

  1. kutipan kaimat terakhir itu jadi simpul penting dari semuanya, ya?

    anda percaya bahwa anda berbeda dengan saya, dan saya pun yakin bahwa kita memang berbeda.

    sperti salju yang stiap kristalnya saling beda, bukan karena dipercaya mereka berbeda tapi "kenyataannya memang berbeda".

    karena perbedaan itulah kita bisa saling menghargai, dengan syarat... saling percaya.

    tulisan yang keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, pak Agung. Terimakasih sudah bersedia membaca tulisan Saya yang panjangnya setengah mampusss!!! Haha

      Hapus
  2. kalimat terakhir yg sering saya pikirkan dari dahulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak ada yang bisa menghentikan pikiran seperti itu kalau sudah merasa terlalu mantap dengan keyakinan kita masing-masing

      Hapus
  3. wah kayanya hampir semua postingannya mimpi2 besar dan khayalan tingkat tinggi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya Saya memang terlahir sebagai 'orang gila' **p

      Hapus
    2. saya juga mempunyai pemikiran yang sama dengan anda, dengan adanya artikel ini gimana kalo saya buat satu grup tertutup komunitas orang2 seperti kita(orang gila). so dengan adanya komunitas tersebut kita dapat share keanehan pemikiran tiap2 anggota yang nantinya dicarikan solusi untuk kegilaannya atau kita mengikuti kegilaannya. wassalam orang gila


      Nb: saya sudah menambahkan anda dilingkaran saya
      my fb: http://www.facebook.com/M.1574ASSEGAF/info

      Hapus
    3. Hehe... Saya malah jadi takut. Dibandingkan menghabiskan waktu buat ngobrol sambil mengeluh bareng-bareng, mending habiskan waktu untuk mengembangkan diri sendiri-sendiri secara mandiri. Komunikasi juga penting, tapi bukan berarti semua rahasia harus keluar, bukan berarti semua cita-cita harus dimuntahkan tanpa pembuktian (contohnya tulisan ini. kadang-kadang, harusnya tulisan-tulisan ini tidak boleh dibaca). Saya menulis bukan sekedar untuk menulis tapi untuk 'mengobati' diri Saya sendiri.

      Kenapa tertutup? Kalau tertutup, bagaimana orang lain mau menerima perbedaan kita? Dibandingkan berusaha bertahan dalam kegilaan, Saya lebih suka bergila-gila mencoba menunjukan diri kepada orang banyak

      Hapus
  4. @Taufik Nurrohman dalam tulisan anda: dan kita telalu terbatas dalam segala kelebihan yang ada.
    kenapa ya, kepintaran selalu kalah dengan nasib?

    jujur sampai sekarang saya masih terpikir dengan ini. sebenarnya apa tujuanNYA???.......

    BalasHapus
  5. Kita dianggap gila, tatkala kita dianggap berbeda dengan mayoritas ...
    baik dalam sikap maupun pemikiran ...
    Seperti halnya kita terjaga ditengah kerumunan orang yang sedang terlelap, komunikasi dua arah? susah, karena sudah beda kesadaran...
    kita gambling, Pilihannya hanya ada dua, dianggap trendsetter atau GILA (padahal kita hanya ingin dianggap ADA, itu saja sudah cukup)

    Kalau beranggapan kepintaran kalah dengan Nasib ?
    Jangan jadi orang pintar...

    Menurut saya Jadilah orang cerdas, yang bisa mengakali nasib...
    Kalau menurut RA Kartini, jadilah pemberani, karena 2/3 dunia ini dikuasai oleh para pemberani (seingat saya seperti itu)...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup. Jadilah orang cerdas yang bisa mengakali nasib.

      Hapus
Top