Mencoba Konsisten
Pihak pengusaha sepertinya memang lebih memiliki kesempatan besar untuk mengalami penipuan yang tidak bisa terselesaikan dibandingkan konsumen, karena pengusaha adalah individu, sedangkan konsumen adalah sekelompok orang. Konsumen jelas-jelas sudah mengenal pengusaha tersebut karena merekalah yang datang, dan mereka juga memiliki informasi yang sangat jelas mengenai tempat, informasi kontak maupun jam-jam kerja. Berbeda dengan pihak pengusaha yang hanya seorang diri, yang setiap hari akan menemui orang-orang yang selalu berbeda. Kemungkinan terjadinya penipuan lebih rentan di pihak mereka dibandingkan pihak konsumen karena saat penipuan itu terjadi, kita tidak bisa memastikan apakah kita bisa menuntutnya atau tidak, terutama jika kita tidak tahu apa-apa mengenai informasi konsumen tersebut. Namun konsumen yang mengalami penipuan akan lebih mudah menuntut karena dia tahu betul di mana dan siapa seseorang yang telah menipunya, bahkan jika dia telah kabur. Konsumen tidak selalu datang sendirian kan?

Kemampuan mengingat orang sepertinya memang sangat dibutuhkan dalam hal ini. Tapi bagaimana jika transaksi yang dilakukan terjadi di dunia maya? Yang bisa kuandalkan di sini sepertinya memang hanya kemampuan membaca gaya menulis dan tata bahasa mereka.
Kupikir, mereka bukannya berusaha untuk membatalkan sesuatu atau bahkan menipu, hanya saja Aku merasa bahwa ada sesuatu yang tidak bisa mereka ungkapkan hingga pada akhirnya pembicaraan kitapun terhenti. Beberapa dari mereka kuyakini masih anak-anak sepertiku, jadi Aku tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya dan Aku tidak akan mengatakannya di sini meskipun Aku sudah bisa membacanya. Itu terasa agak memalukan saat Anda masih berada di usia seperti kami.
Menyalahkan diri sendiri sama sekali bukan jalan yang tepat untuk situasi seperti ini. Karena jika Aku sampai lalai dan memutuskan untuk mengurangi harga, menambahkan bonus atau mengubah kesepakatan agar bisa tampak lebih menguntungkan pihak pemesan, ini hanya akan memberikan kesempatan bagiku untuk mengalami penipuan di masa depan. Saat ini, yang bisa kulakukan hanyalah mencoba untuk konsisten dengan keputusan yang sudah kuambil sejak awal. Lagipula, Aku hanyalah seorang freelance coder. Sama sekali bukan apa-apa. Bahkan ini semua baru dimulai. Dan tersendat-sendat pula.
***
Pada dasarnya Aku sama sekali tidak memaksa. Mereka pasti akan datang kembali jika memang mereka membutuhkannya. Dan jika tidak, maka hasil karya masih tetap di tangan dan tidak akan pergi ke mana-mana.
Kasus seperti ini mungkin tidak jauh berbeda dengan peristiwa-peristiwa yang selalu dialami ayahku selama hidupnya. Orang-orang datang untuk memperbaiki alat-alat elektronik mereka melalui ayahku. Meskipun pada awalnya mereka tampak antusias, namun tidak semua dari mereka pada akhirnya kembali untuk mengambil barangnya.
Mungkin mereka sudah memiliki yang baru, sehingga mereka memutuskan untuk tidak mengambil barangnya dan meninggalkannya di sini. Hingga pada akhirnya rumah kamipun dipenuhi oleh barang-barang elektronik tanpa pemilik, yang tidak bisa dibuang dan juga tidak bisa dijual. Karena itu bukan barang-barang kami. Jadi, coba lihat. Sekarang siapa yang tidak konsisten?
Di satu sisi, kami merasa was-was jika ingin membuang atau menjual barang yang sudah tidak berpemilik itu, takut kalau-kalau suatu saat pemilik yang sebenarnya datang dan memutuskan untuk mengambilnya. Namun di sisi lain, kami juga merasa tidak nyaman saat membiarkan barang-barang itu diam di tempat.
Hmmhhh… Tetap berkarya saja dan buat seolah tidak ada yang terjadi. Semangat!
1 November 2012
0 Komentar