Berserah Diri, Menyerah, Terserah
Waktunya mepet!!! Busnya sudah hampir lepas landas… inilah saatnya… inilah saatnya bagiku untuk berpisah-pamit dengan kota Bekasi, setelah beberapa menit yang lalu Aku sempat menghabiskan waktu menungguku dengan mengobrol super duper sensitif bersama dengan sahabatku yang tadi sempat mengantarku sampai ke terminal. Sekarang dia sudah pergi. Hanya tinggal Aku sendirian saja di sini. Duduk di antara sekumpulan penumpang yang sama sekali tidak mengenaliku.
Sahabatku, sebelum dia pergi meninggalkanku, dia sempat berkata padaku sambil menunjuk-nunjukkan jari telunjuknya ke arah wajahku, “Ingat, Pik! I never think you blablablah a child.” Atau entah apalah katanya, Aku ini orangnya nggak pinter ngomong Inggris! Tapi pada intinya, dia berkata padaku bahwa selama ini dia tidak pernah menganggapku sebagai seorang anak kecil. Sebuah anggapan yang setelah kupikir-pikir memang seringkali diberikan oleh keluargaku dan orang-orang di sekitarku selama ini. Entah disadari atau tidak, mereka semua memang cenderung menganggapku sebagai seorang anak kecil yang tidak bisa melakukan apa-apa. Dan hal itu kupikir telah mempengaruhiku begitu besarnya hingga Akupun kini menganggap diriku sebagai seseorang yang tidak mampu.
Tapi sahabatku yang satu itu… kuakui, kepribadiannya memang tergolong aneh untuk ukuran seorang pegawai pabrik. Dia itu orangnya sangat pintar membujuk orang lain melalui tingkah laku dirinya. Jika bukan karena dia, Aku yakin, selamanya Aku tidak akan pernah sampai di kota Bekasi.
Namanya Yono. Dia juga seseorang yang dulu pernah membujukku untuk mendaftar kerja di sebuah PT tempat dia bekerja. Masih ingat ceritanya? Oya, sekedar informasi saja, seseorang yang dulu mendampinginya ketika dia bertamu ke rumahku itu ternyata sama sekali bukan tetangganya, melainkan adik keponakannya.
Tak terasa, kekhawatiranku mengenai pembelajaran hidup sendirian kini sudah mulai menghilang sedikit demi sedikit, ketika bus ini sudah terbang begitu jauh dari terminal dan berakhir pada sebuah perjalanan yang tenang… dimana pada akhirnya Aku bisa mulai kembali memikirkan hal itu lagi. Dan meskipun sudah kupejamkan mata ini sampai terasa pegal-pegal, encok-encok dan rematik-rematik, ternyata tetap saja Aku tidak merasa ngantuk! Memikirkan kembali tentang kegagalanku yang belum bisa kuperbaiki itu memang semakin membuatku pusing! Dan sekarang, keputusan terakhirku sendiri malah berakhir pada kepulanganku yang sia-sia ini.
Tapi jujur saja, setelah mengalami kegagalan itu, entah kenapa Aku jadi sedikit berminat dengan industri. Paling tidak untuk sekali… saja, dalam hidupku ini, Aku ingin sekali bisa memperbaiki kesalahanku yang satu itu. Tidak peduli apakah dengan cara yang sama, ataupun dengan cara yang tidak berhubungan sama sekali. Ya, sepertinya proyek lamaku mengenai pencarian pekerjaan ini memang sudah mulai berpindah arah menuju ke sebuah proyek baru, yaitu proyek memperbaiki kesalahan! Orang bejat pernah berkata, “Kegagalan adalah awal dari keberhasilan”. Kupikir, itu adalah sebuah pemahaman yang sangat umum. Bagiku, yang namanya kegagalan itu bukan hanya merupakan awal dari sebuah keberhasilan saja, tetapi juga merupakan awal dari sebuah minat! Setuju?
Jam . Ketika Aku masih tetap tidak mampu memejamkan mataku, ketika berisiknya musik dangdut dalam bus masih tetap juga tidak dimatikan oleh pak sopirku yang sudah rada-rada sinting, ketika pada akhirnya kuputuskan untuk memangsa bekal perjalananku, roti basah seharga weleh-weleh rupiah yang belum sempat diredenominasi, kulihat kembali samudera berlian itu untuk yang ke dua kalinya. Hanya saja, untuk kali ini kulihat dia sedang pergi menjauh… semakin jauh dan semakin jauh…. Ya, kurasa Aku baru menyadari satu hal, bahwa apa yang telah kualami belakangan ini ternyata hanyalah sebuah awal dari berbuah-buah cerita besar yang masih belum kuketahui. Andalah yang membuat cerita ini, sementara Saya hanyalah seorang pemeran biasa. Saya sudah berusaha sebisa dan sekuat tenaga Saya untuk berhasil, namun agaknya Anda kurang begitu setuju dengan desain skenario Saya. Jadi untuk selanjutnya, kuserahkan segala keputusan yang ada kepada Anda, karena Andalah yang menciptakan Saya. Meskipun sampai sekarang, Saya masih tetap tidak habis pikir mengenai Anda. Kenapa Anda begitu senang bercanda dengan Saya? Sebegitu cintakah Anda kepada Saya? Bahkan Saya sendiri masih belum begitu tahu, apakah Saya ini termasuk seorang aktor yang mencintai Anda atau bukan.
Orang bilang, perjalanan pulang seringkali terasa lebih singkat dibandingkan keberangkatan. Dan Aku sama sekali tidak pernah menyangkal akan hal itu, karena pada kenyataannya memang sudah tidak ada lagi yang terasa istimewa dan misterius dalam setiap perjalanan pulang. Hingga tepat pada jam , Akupun keluar dari dalam bus bersamaan dangan datangnya seorang tukang becak yang langsung menyambut kedatanganku dalam gelap dan dinginnya suasana dinihari yang begitu sepi.
Di bawah remang-remangnya cahaya lampu jalan yang sayu, Aku menyusuri jalanan mati bersama Pak Becak yang kupikir usianya masih seumuran dengan ayahku, perlahan menembus di antara deret-deret perumahan dan warung-warung mati yang sudah mulai dipenuhi oleh pernak-pernik Agustusan. Sebuah tanda mata, dari tiap-tiap elemen penduduk desa yang masih begitu mencintai negaranya.
Nur Salim bilang, barang-barang yang kubawa ke Bekasi ini terlalu banyak untuk ukuran seorang anak kontrakan, seolah-olah Aku hendak tinggal di sana untuk selamanya saja! Ya, Aku hanya tidak ingin ada barang yang ketinggalan, jadi kubawa saja semuanya! (hahahaha…) Jangan khawatir, andaikan suatu saat nanti Aku diizinkan untuk datang kembali ke sana, pasti akan kubawa barang-barangku ini dalam porsi yang lebih sedikit.
Beberapa hal mulai terasa berbeda dalam perjalanan pulangku ini. Terutama mengenai suhu udaranya. Setelah hampir dua bulan Aku tinggal di Bekasi yang begitu panas dan ramai pengungsi, pada akhirnya Aku bisa juga terbiasa dengan suhu udara di sana. Hingga ketika Aku kembali pulang ke tanah yang dipenuhi dengan ribuan kenangan ini, Aku langsung menggigil! Entah kenapa, tiba-tiba saja suasana di sini menjadi terasa sangat mistis!
Hanya tinggal beberapa meter saja perjalananku ini akan berakhir, samar-samar kulihat dengan mata kepalaku sendiri, sesosok bayang-bayang mengerikan di bawah cahaya lampu remang-remang, terlihat begitu jelas di antara kegelapan malam yang sangat dingin dan mencekam! Suasana mistis langsung menyelimutiku. Perlahan-lahan semakin dekat dan semakin dekat, hingga begitu tak bisa dipercayanya kulihat sesosok hantu siluman berrambut perak sedang berdiri menyambut kedatanganku!
“OH TIDAAAAAKKK!!!”, Aku langsung gemetar ketakutan setengah ko'id. Becak yang sedang kunaiki ini melangkah semakin dekat dan semakin dekat lagi hingga membuat pandangan mataku menjadi jelas. Dan dalam keadaan yang luar biasa diselimuti perasaan takut ini, dengan sekuat tenaga Aku berusaha untuk melihat kembali sesosok hantu di hadapanku itu…. Seorang pria berrambut perak, dengan posisi kedua tangannya yang terlihat seperti orang yang sedang beristirahat di tempat.
Oh, ternyata itu bapaku! Hahahahaha… Aku pikir siluman! (Wah, dasar anak kurang ajar!) Ya, di waktu dini hari yang dingin begini, sempat-sempatnya Bapa menunggu kepulanganku di pinggir jalan…
Selangkah demi selangkah, perlahan-lahan kami berdua berjalan sembari tetap berusaha untuk memutuskan kembali sebuah jawaban pasti akan kegagalanku ini. Kami masuk ke dalam rumah melewati pintu dapur hingga pada akhirnya kulihat seorang wanita menyambut kedatangan kami dengan hangat dari bawah cahaya lampu yang terang-benderang. Dia segera menyalamiku dan bertanya, “Bagaimana? Di sana pada sehat semuanya?”
Kujawab, “Sehat, Bu… sehat.”
Kupikir, ada sesuatu yang sedikit lain dari ibuku. Ini mengenai cara dia menyalamiku dan pertanyaannya tentang kesehatan kami semua seolah-olah dia sedang berbicara dengan orang asing saja. Itu sama sekali bukan kebiasaan ibuku. Ibuku salah tingkah… Aku jadi sedikit khawatir.
Dia bilang Aku jadi bertambah kurus semenjak Aku tinggal di Bekasi. Mungkin itulah yang membuat tingkah laku ibuku menjadi sedikit aneh karena kaget. Maafkan Aku, Bu.
Aku terduduk lemas di atas dipan sambil sesekali memperhatikan mereka berdua yang terlihat begitu tegar. Aku lelah… lelah secara lahir dan batin. Skarang sudah tidak ada lagi yang bisa kulakukan. Semuanya sudah berakhir! Pada intinya, Aku sudah berusaha sebisa hatiku dan sekuat tenagaku, namun sepertinya Aku memang masihbelum diizinkan untuk menjadikan mereka berdua sebagai sepasang orangtua yang bisa merasa bangga dengan keberhasilan anaknya. Hingga ketika suasana hening dalam dapur tiba-tiba saja membuat hatiku kedinginan, ibuku bergegas datang menghampiriku membawakan segelas wedang jahe yang hangat. Dengan senang hati kuminum wedang jahe buatan ibuku itu sedikit demi sedikit hingga membuat kedua mataku menjadi gemetar… terus dan terus merambat sampai ke dalam hatiku yang terasa begitu sakit! Ya. Kurasa… mungkin Aku sudah diperbolehkan untuk melupakan semua permasalahan ini… Aku sudah tidak mau lagi berlarut-larut denganmu.
Semuanya sudah cukup.
Aku menyerah.
1 – 2 Agustus 2010
salam sahabat
BalasHapusehm motivasi dan ispirasi menurut saya
ceritannya panjang bener.... gak sempat baca ampe selesai.
BalasHapusJangan pernah menyerah sob, teruslah jadi tukang pos..
BalasHapusPaa saatnya nanti waktu akan berpihak padamu, segala doa kan terjawab.. aku yakin Tuhan pasti sudah mempersiapkan sesuatu yg indah tukmu.. Dia menciptakan umatnya sekaligus menentukan nasib dan rejekinya.. Bersabar dan teruslah berusaha, Tuhan Maha Adil..